Beberapa bulan terakhir (sejak awal Agustus – awal Oktober 2015), nilai kurs mata uang rupiah terus merosot bila dibandingkan dengan US$. Kita bisa melihat data pergerakan mata uang rupiah terhadap US$, diantaranya: pada 10 Agustus 2015, nilai tukar rupiah terhadap US$ adalah Rp 13,551/US$, sementara kurs tengah Bank Indonesia pada hari yang sama tercatat Rp 13,536/US$.
Selanjutnya, pada 01 Oktober 2015, nilai tukar rupiah adalah Rp 14,691/US$, sedang kurs tengah BI Rp 14,654/US$ (dirangkum dari Bloomberg Business dan kurs tengah Bank Indonesia).
Terdapat berbagai pandangan atas penyebab turunnya nilai mata uang rupiah terhadap US$. Salah satunya menyatakan penguatan US$ terhadap hampir seluruh mata uang negara lain karena efek dihentikannya quantitative easing.
Disamping itu kemungkinan dinaikkannya suku bunga acuan oleh the US Federal Reserve (the Fed) disinyalir akan semakin membuat US$ makin perkasa. Dalam artikel ini kita akan membahas pengertian quantitative easing, alasan diterapkannya kebijakan ini, serta dampak ekonomi yang muncul saat kebijakan quantitative easing diterapkan.
Pertama-tama kita akan melihat makna quantitative easing. Menurut oxfordreference, quantitative easing adalah:
Dari pengertian tersebut bisa diartikan bahwa quantitative easing merupakan seperangkat kebijakan moneter yang dilakukan untuk mendorong perekonomian pada saat tingkat suku bunga sudah mendekati nol persen. Adapun tujuan kebijakan ini sebagai upaya pamungkas ketika menghadapi risiko deflasi.
Kebijakan ini diwujudkan melalui pembelian obligasi pemerintah yang dilakukan oleh bank sentral. Hal ini akan meningkatkan jumlah uang beredar di pasar, sehingga mendorong bank komersial untuk menyalurkan pinjaman kredit/usaha.
Seperti diketahui, pada 2008 Amerika Serikat mengalami krisis ekonomi yang disebabkan oleh:
Hal tersebut mendorong the Fed menambah jumlah uang beredar melalui pembelian obligasi pemerintah. Dengan makin banyaknya jumlah uang beredar, nilai kurs US$ terhadap mata uang negara lain akan mengalami pelemahan.
Sisi positif melemahnya US$ adalah makin kompetitifnya perekonomian di sektor riil. Hal ini mendorong peningkatan transaksi ekspor, konsumsi domestik, serta investasi di sektor produktif.
Adapun pembelian obligasi dilakukan dalam beberapa tahap, yakni:
Beberapa dampak yang terlihat dari kebijakan itu antara lain berupa penurunan angka pangangguran, kenaikan penjualan rumah baru dan bekas, serta peningkatan konsumsi dan investasi domestik.
Memasuki 2013 kebijakan quantitative easing mulai menuai hasil signifikan. Perekonomian Amerika Serikat mulai stabil, dibuktikan dengan rilis data ekonomi yang secara umum mengalami tren positif.
Dengan berbagai hasil positif tersebut, the Fed pun berencana untuk menarik kembali US$ dari pasaran, baik secara seketika atau bertahap; dengan kata lain the Fed bermaksud menghentikan kebijakan quantitave easing.
Apa kebijakan yang akan diambil Bank Sentral Amerika Serikat, akan kita bahas pada artikel berikutnya. **
ARTIKEL TERKAIT :
Seputar Terbentuknya Bank Dunia (the World Bank)
Sejarah Perkembangan Bank Sentral Eropa (the European Central Bank)
Sejarah Berdirinya Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve): pilar kekuatan ekonomi Amerika
Memahami Maksud dan Tujuan Kebijakan Moneter
Selanjutnya, pada 01 Oktober 2015, nilai tukar rupiah adalah Rp 14,691/US$, sedang kurs tengah BI Rp 14,654/US$ (dirangkum dari Bloomberg Business dan kurs tengah Bank Indonesia).
Terdapat berbagai pandangan atas penyebab turunnya nilai mata uang rupiah terhadap US$. Salah satunya menyatakan penguatan US$ terhadap hampir seluruh mata uang negara lain karena efek dihentikannya quantitative easing.
Disamping itu kemungkinan dinaikkannya suku bunga acuan oleh the US Federal Reserve (the Fed) disinyalir akan semakin membuat US$ makin perkasa. Dalam artikel ini kita akan membahas pengertian quantitative easing, alasan diterapkannya kebijakan ini, serta dampak ekonomi yang muncul saat kebijakan quantitative easing diterapkan.
Pertama-tama kita akan melihat makna quantitative easing. Menurut oxfordreference, quantitative easing adalah:
- "A form of monetary policy that is sometimes used to stimulate the economy when interest rates have already been reduced close to zero; it is regarded as a policy of last resort when there is a serious risk of deflation. Essentially, the central bank creates new money electronically by expanding its balance sheet and uses this to buy government bonds from financial institutions. The aim is to boost the amount of money in circulation and to increase the willingness of banks to lend." (www.oxfordreference.com).
Dari pengertian tersebut bisa diartikan bahwa quantitative easing merupakan seperangkat kebijakan moneter yang dilakukan untuk mendorong perekonomian pada saat tingkat suku bunga sudah mendekati nol persen. Adapun tujuan kebijakan ini sebagai upaya pamungkas ketika menghadapi risiko deflasi.
Kebijakan ini diwujudkan melalui pembelian obligasi pemerintah yang dilakukan oleh bank sentral. Hal ini akan meningkatkan jumlah uang beredar di pasar, sehingga mendorong bank komersial untuk menyalurkan pinjaman kredit/usaha.
Seperti diketahui, pada 2008 Amerika Serikat mengalami krisis ekonomi yang disebabkan oleh:
- penurunan tingkat konsumsi dalam negeri.
- lesunya penjualan rumah.
- tingginya angka pengangguran.
Hal tersebut mendorong the Fed menambah jumlah uang beredar melalui pembelian obligasi pemerintah. Dengan makin banyaknya jumlah uang beredar, nilai kurs US$ terhadap mata uang negara lain akan mengalami pelemahan.
Sisi positif melemahnya US$ adalah makin kompetitifnya perekonomian di sektor riil. Hal ini mendorong peningkatan transaksi ekspor, konsumsi domestik, serta investasi di sektor produktif.
Adapun pembelian obligasi dilakukan dalam beberapa tahap, yakni:
- QE1, the Fed membeli obligasi senilai US$ 1.75 triliun diawal krisis.
- QE2, pada 2010 the Fed membeli obligasi sebesar lebih dari US$ 600 miliar.
- QE3, pada 2012 the Fed mengucurkan dana senilai US$ 85 miliar.
Beberapa dampak yang terlihat dari kebijakan itu antara lain berupa penurunan angka pangangguran, kenaikan penjualan rumah baru dan bekas, serta peningkatan konsumsi dan investasi domestik.
Memasuki 2013 kebijakan quantitative easing mulai menuai hasil signifikan. Perekonomian Amerika Serikat mulai stabil, dibuktikan dengan rilis data ekonomi yang secara umum mengalami tren positif.
Dengan berbagai hasil positif tersebut, the Fed pun berencana untuk menarik kembali US$ dari pasaran, baik secara seketika atau bertahap; dengan kata lain the Fed bermaksud menghentikan kebijakan quantitave easing.
Apa kebijakan yang akan diambil Bank Sentral Amerika Serikat, akan kita bahas pada artikel berikutnya. **
ARTIKEL TERKAIT :
Seputar Terbentuknya Bank Dunia (the World Bank)
Sejarah Perkembangan Bank Sentral Eropa (the European Central Bank)
Sejarah Berdirinya Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve): pilar kekuatan ekonomi Amerika
Memahami Maksud dan Tujuan Kebijakan Moneter
Tidak ada komentar:
Posting Komentar