Hampir semua suratkabar ekonomi terkemuka dunia, tak terkecuali The Wall Street Journal, selama beberapa hari sejak tanggal 11 Agustus 2015 mengangkat berita utama mengenai China yang mendevaluasi yuan. Oleh karenanya, pada kesempatan kali ini kita akan belajar memahami apa yang dimaksud dengan devaluasi dan bagaimana hal tersebut menjadi sorotan penting dalam perkembangan perekonomian global.
Mengutip dari situs Oxford Reference, definisi devaluasi adalah sebagai berikut:
"Devaluation is the reduction of the official rate at which a currency is exchanged for others." (www.oxfordreference.com).
Apabila diterjemahkan secara bebas, kurang lebih dinyatakan bahwa devaluasi adalah penurunan nilai mata uang resmi suatu negara terhadap mata uang negara lain.
Dalam kasus yang termuat dalam berita diatas, China melalui bank sentralnya (People’s Bank of China/PBOC) menurunkan kurs (nilai tukar) yuan terhadap mata uang US dollar. Hal ini dilakukan mengingat lambatnya perekonomian domestik negara tersebut. Adapun dengan mendevaluasi mata uang yuan, diharapkan bisa menggairahkan kembali roda perekonomian dalam negeri, memicu peningkatan konsumsi dalam negeri, sekaligus meningkatkan ekspor produk China ke pasar internasional (www.wsj.com. China Moves to DevalueYuan, August 11, 2015).
Pertanyaannya adalah mengapa terjadi perlambatan pada perekonomian domestik?
Penjelasannya demikian, ketika suatu negara sedang mengalami perlambatan ekonomi, ini menandakan lesunya kegiatan ekonomi, baik dari sisi produksi maupun konsumsi. Ada beberapa alasan yang menyebabkan hal ini terjadi, misalnya:
Pertanyaan berikutnya ialah apa tujuan yang ingin diraih dari kebijakan mendevaluasi mata uang?
Pertama, dengan melemahnya nilai mata uang, diharapkan bisa menggenjot ekspor dan menarik investor dari luar negeri untuk melakukan transaksi perdagangan dengan negara dimaksud (dalam hal ini China). Hal ini bisa terjadi, sebab dengan semakin menurunnya nilai mata uang sampai dengan level tertentu, akan membuat harga produk domestik bisa menjadi lebih kompetitif dan mampu bersaing di pasar internasional.
Kedua, alasan yang tidak kalah penting dari kebijakan mendevaluasi mata uang adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh faktor konsumsi domestik. Jadi apabila harga produk di pasar domestik terjangkau oleh konsumen, maka secara simultan akan meningkatkan total konsumsi dalam negeri.
Namun demikian, kebijakan mendevaluasi mata uang juga memiliki kelemahan. Apabila tidak dilakukan dengan cermat, kebijakan devaluasi justru bisa membuat investor lama (yang sebelumnya telah berinvestasi disuatu negara) memilih untuk hengkang (terjadi capital outflow), karena menilai akan terjadi persaingan dengan investor baru. Dengan semakin ketatnya persaingan, tentunya berpotensi mengurangi keuntungan.
Pertanyaan selanjutnya ialah apa dampak devaluasi mata uang yuan terhadap perekonomian regional Asia dan perekonomian dunia.
Karena negara China merupakan motor perekonomian terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, maka secara langsung maupun tidak langsung kebijakan tersebut akan memberikan dampak secara global.
Melemahnya yuan berarti menguatnya kurs US dollar; menguatnya kurs US dollar pada gilirannya akan mengikis nilai tukar mata uang lain, termasuk ringgit Malaysia, rupiah Indonesia, dan sebagainya. Intinya, semakin kuat mata uang US dollar, semakin tinggi pula nilai tukarnya terhadap mata uang negara lain, yang membedakan hanya seberapa besar dampak tersebut dialami oleh masing-masing negara.
Disisi lain, kebijakan mendevaluasi mata uang yuan membuat nilai mata uang tersebut menjadi lebih murah; dengan demikian, transaksi perdagangan dengan China akan menjadi lebih menguntungkan. China diuntungkan karena produk-produknya membanjiri pasar global dengan harga yang kompetitif, sementara importir dari negara lain juga bisa menikmati keuntungan dari harga yang lebih murah daripada sebelumnya.
Pada akhirnya, setiap kebijakan ekonomi yang diambil bisa membawa dua sisi konsekuensi, baik negatif maupun positif. **
ARTIKEL TERKAIT :
Mencermati Perkembangan Kekuatan Ekonomi China
Upaya China Mengatasi Laju Pertumbuhan Penduduk
Harga Minyak Dunia dan Kaitannya Dengan Perekonomian
Mengenal Arti Suku Bunga Bank Sentral
Mengutip dari situs Oxford Reference, definisi devaluasi adalah sebagai berikut:
"Devaluation is the reduction of the official rate at which a currency is exchanged for others." (www.oxfordreference.com).
Apabila diterjemahkan secara bebas, kurang lebih dinyatakan bahwa devaluasi adalah penurunan nilai mata uang resmi suatu negara terhadap mata uang negara lain.
Dalam kasus yang termuat dalam berita diatas, China melalui bank sentralnya (People’s Bank of China/PBOC) menurunkan kurs (nilai tukar) yuan terhadap mata uang US dollar. Hal ini dilakukan mengingat lambatnya perekonomian domestik negara tersebut. Adapun dengan mendevaluasi mata uang yuan, diharapkan bisa menggairahkan kembali roda perekonomian dalam negeri, memicu peningkatan konsumsi dalam negeri, sekaligus meningkatkan ekspor produk China ke pasar internasional (www.wsj.com. China Moves to DevalueYuan, August 11, 2015).
Pertanyaannya adalah mengapa terjadi perlambatan pada perekonomian domestik?
Penjelasannya demikian, ketika suatu negara sedang mengalami perlambatan ekonomi, ini menandakan lesunya kegiatan ekonomi, baik dari sisi produksi maupun konsumsi. Ada beberapa alasan yang menyebabkan hal ini terjadi, misalnya:
- suku bunga bank sentral yang terlalu tinggi. Ini mengakibatkan tingginya suku bunga kredit perbankan, sehingga para kreditur enggan melakukan pinjaman modal untuk usaha. Pada gilirannya, sektor riil seperti manufaktur, perdagangan, dan jasa tidak melakukan kegiatan ekonomi secara maksimal.
- biaya ekonomi yang terlalu tinggi. Ketika biaya produksi suatu barang meningkat, sebagian biaya tersebut akan dibebankan kepada produk jadi yang siap dijual; akibatnya, konsumen harus ikut menanggung beban tersebut dalam bentuk kenaikan harga barang konsumsi.
Pertanyaan berikutnya ialah apa tujuan yang ingin diraih dari kebijakan mendevaluasi mata uang?
Pertama, dengan melemahnya nilai mata uang, diharapkan bisa menggenjot ekspor dan menarik investor dari luar negeri untuk melakukan transaksi perdagangan dengan negara dimaksud (dalam hal ini China). Hal ini bisa terjadi, sebab dengan semakin menurunnya nilai mata uang sampai dengan level tertentu, akan membuat harga produk domestik bisa menjadi lebih kompetitif dan mampu bersaing di pasar internasional.
Kedua, alasan yang tidak kalah penting dari kebijakan mendevaluasi mata uang adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh faktor konsumsi domestik. Jadi apabila harga produk di pasar domestik terjangkau oleh konsumen, maka secara simultan akan meningkatkan total konsumsi dalam negeri.
Namun demikian, kebijakan mendevaluasi mata uang juga memiliki kelemahan. Apabila tidak dilakukan dengan cermat, kebijakan devaluasi justru bisa membuat investor lama (yang sebelumnya telah berinvestasi disuatu negara) memilih untuk hengkang (terjadi capital outflow), karena menilai akan terjadi persaingan dengan investor baru. Dengan semakin ketatnya persaingan, tentunya berpotensi mengurangi keuntungan.
Pertanyaan selanjutnya ialah apa dampak devaluasi mata uang yuan terhadap perekonomian regional Asia dan perekonomian dunia.
Karena negara China merupakan motor perekonomian terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat, maka secara langsung maupun tidak langsung kebijakan tersebut akan memberikan dampak secara global.
Melemahnya yuan berarti menguatnya kurs US dollar; menguatnya kurs US dollar pada gilirannya akan mengikis nilai tukar mata uang lain, termasuk ringgit Malaysia, rupiah Indonesia, dan sebagainya. Intinya, semakin kuat mata uang US dollar, semakin tinggi pula nilai tukarnya terhadap mata uang negara lain, yang membedakan hanya seberapa besar dampak tersebut dialami oleh masing-masing negara.
Disisi lain, kebijakan mendevaluasi mata uang yuan membuat nilai mata uang tersebut menjadi lebih murah; dengan demikian, transaksi perdagangan dengan China akan menjadi lebih menguntungkan. China diuntungkan karena produk-produknya membanjiri pasar global dengan harga yang kompetitif, sementara importir dari negara lain juga bisa menikmati keuntungan dari harga yang lebih murah daripada sebelumnya.
Pada akhirnya, setiap kebijakan ekonomi yang diambil bisa membawa dua sisi konsekuensi, baik negatif maupun positif. **
ARTIKEL TERKAIT :
Mencermati Perkembangan Kekuatan Ekonomi China
Upaya China Mengatasi Laju Pertumbuhan Penduduk
Harga Minyak Dunia dan Kaitannya Dengan Perekonomian
Mengenal Arti Suku Bunga Bank Sentral
Tidak ada komentar:
Posting Komentar