Dalam kerjasama perdagangan antar negara, seperti pada pembentukan pasar tunggal Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community), terdapat kesepakatan mengenai harmonisasi peraturan. Secara lebih spesifik, salah satu peraturan tersebut berkaitan dengan persoalan pajak berganda (double taxation). Pertanyaan yang mengemuka adalah apa yang dimaksud dengan double taxation, mengapa menjadi permasalahan, dan bagaimana solusinya. Kita akan mengupas hal tersebut dalam tulisan ini.
Dalam setiap bentuk kerjasama/integrasi perdagangan bilateral maupun multilateral, akan terjadi aliran tenaga kerja (human-capital flow) lintas negara. Seseorang yang memenuhi kualifikasi kemampuan dan ketrampilan tertentu bisa saja bekerja diluar negara asalnya. Nah, dari sini ada potensi masalah pengenaan pajak berganda (double taxation).
Sesuai dengan namanya, double taxation adalah pengenaan pajak pada satu jenis pajak yang sama dan dalam periode yang sama, terhadap dasar pengenaan pajak yang sama, oleh dua jurisdiksi yang berbeda.
Jika dicontohkan secara sederhana akan tergambar sebagai berikut: A adalah seorang warga negara X yang melakukan transaksi bisnis di negara Y. Dari transaksi tersebut, A memperoleh profit yang dipajaki oleh negara Y. Atas profit yang sama, A juga dipajaki oleh negara asalnya, X.
Dengan demikian, atas profit yang sama, A harus membayar pajak sebanyak dua kali, yakni di negara X dan negara Y. Pada intinya, pajak berganda ini sangat membebani penerima penghasilan, sebab ia dikenakan dua kali kewajiban membayar pajak atas penghasilan yang sama.
Lebih jauh, double taxation bisa memicu dampak negatif menyangkut hubungan antar negara yang terlibat, baik dari sisi investasi, kerjasama bisnis, dan kerjasama lainnya. Mengingat pentingnya masalah ini, maka dalam setiap perjanjian kerjasama perdagangan antar negara biasanya menyertakan perjanjian penghindaran pajak berganda (double taxation treaties).
Double taxation treaties memuat beberapa hal, antara lain kesepakatan bersama mengenai definisi pajak berganda, basis pajak yang dikenakan, penentuan jurisdiksi pemajakan, serta mekanisme untuk mengeliminasi pajak berganda.
Adapun tujuan yang hendak dicapai dengan adanya persetujuan penghindaran pajak berganda diantaranya:
Dalam praktiknya, negara-negara yang melakukan perjanjian penghindaran pajak berganda merujuk pada satu model (benchmark) perjanjian tertentu yang menjadi kesepakatan bersama. Beberapa model perjanjian tersebut diantaranya mengacu kepada model dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), serta model kesepakatan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (the United Nations/UN).
Sebagai informasi tambahan, implementasi penghindaran pajak berganda pada prinsipnya menggunakan dua cara, yakni:
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa double taxation menimbulkan ketidakpastian dalam bidang investasi dan berpotensi menimbulkan terjadinya tax evasion. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan adanya persetujuan penghindaran pajak berganda (double taxation treaties) guna meningkatkan iklim investasi antar negara dan mencegah munculnya pelanggaran dibidang perpajakan. **
ARTIKEL TERKAIT :
Menimbang Efektivitas Kebijakan Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
Memahami Pengertian Kebijakan Stimulus Fiskal (Fiscal Stimulus)
Memahami Arti Pelanggaran Pajak (Tax Evasion) dan Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Mengenal Shadow Economy
Dalam setiap bentuk kerjasama/integrasi perdagangan bilateral maupun multilateral, akan terjadi aliran tenaga kerja (human-capital flow) lintas negara. Seseorang yang memenuhi kualifikasi kemampuan dan ketrampilan tertentu bisa saja bekerja diluar negara asalnya. Nah, dari sini ada potensi masalah pengenaan pajak berganda (double taxation).
Sesuai dengan namanya, double taxation adalah pengenaan pajak pada satu jenis pajak yang sama dan dalam periode yang sama, terhadap dasar pengenaan pajak yang sama, oleh dua jurisdiksi yang berbeda.
Jika dicontohkan secara sederhana akan tergambar sebagai berikut: A adalah seorang warga negara X yang melakukan transaksi bisnis di negara Y. Dari transaksi tersebut, A memperoleh profit yang dipajaki oleh negara Y. Atas profit yang sama, A juga dipajaki oleh negara asalnya, X.
Dengan demikian, atas profit yang sama, A harus membayar pajak sebanyak dua kali, yakni di negara X dan negara Y. Pada intinya, pajak berganda ini sangat membebani penerima penghasilan, sebab ia dikenakan dua kali kewajiban membayar pajak atas penghasilan yang sama.
Lebih jauh, double taxation bisa memicu dampak negatif menyangkut hubungan antar negara yang terlibat, baik dari sisi investasi, kerjasama bisnis, dan kerjasama lainnya. Mengingat pentingnya masalah ini, maka dalam setiap perjanjian kerjasama perdagangan antar negara biasanya menyertakan perjanjian penghindaran pajak berganda (double taxation treaties).
Double taxation treaties memuat beberapa hal, antara lain kesepakatan bersama mengenai definisi pajak berganda, basis pajak yang dikenakan, penentuan jurisdiksi pemajakan, serta mekanisme untuk mengeliminasi pajak berganda.
Adapun tujuan yang hendak dicapai dengan adanya persetujuan penghindaran pajak berganda diantaranya:
- mengurangi ketidakpastian (terutama menyangkut kewajiban perpajakan) terhadap aliran investasi asing yang akan berinvestasi disuatu negara, semisal dalam bentuk (Foreign Direct Investment/FDI). Dengan kata lain, double taxation treaties dimaksudkan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif.
- mengeliminasi terjadinya tax evasion yang secara potensial bisa muncul akibat tingginya beban pajak yang harus ditanggung.
Dalam praktiknya, negara-negara yang melakukan perjanjian penghindaran pajak berganda merujuk pada satu model (benchmark) perjanjian tertentu yang menjadi kesepakatan bersama. Beberapa model perjanjian tersebut diantaranya mengacu kepada model dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), serta model kesepakatan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (the United Nations/UN).
Sebagai informasi tambahan, implementasi penghindaran pajak berganda pada prinsipnya menggunakan dua cara, yakni:
- dengan mengecualikan penghasilan yang diperoleh dari luar negeri, dengan kata lain tidak memasukkannya sebagai unsur yang dapat dipajaki.
- dengan memberikan kredit pajak atas penghasilan tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa double taxation menimbulkan ketidakpastian dalam bidang investasi dan berpotensi menimbulkan terjadinya tax evasion. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan adanya persetujuan penghindaran pajak berganda (double taxation treaties) guna meningkatkan iklim investasi antar negara dan mencegah munculnya pelanggaran dibidang perpajakan. **
ARTIKEL TERKAIT :
Menimbang Efektivitas Kebijakan Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
Memahami Pengertian Kebijakan Stimulus Fiskal (Fiscal Stimulus)
Memahami Arti Pelanggaran Pajak (Tax Evasion) dan Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Mengenal Shadow Economy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar