Penelitian mengenai stimulus fiskal (fiscal stimulus) telah banyak dilakukan. Beberapa studi dilaksanakan berdasar pada pengalaman negara-negara yang telah mengaplikasikan kebijakan stimulus fiskal. Argumentasi yang muncul biasanya berkaitan dengan efektivitas kebijakan stimulus fiskal. Artikel ini berusaha memahami hakikat stimulus fiskal tanpa memasuki arena perdebatan tersebut.
Berbicara mengenai stimulus fiskal tentu tidak akan terlepas dari kebijakan makroekonomi. Dalam ilmu ekonomi, terdapat dua perangkat kebijakan makroekonomi, yakni kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Berhubung topik kali ini menyangkut kebijakan fiskal, maka untuk kebijakan moneter akan kita kupas pada kesempatan lain.
Jika merujuk kepada definisinya, kebijakan fiskal (fiscal policy) adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan perpajakan (taxation) dan pengeluaran pemerintah (government expenditure) (Samuelson, P, and William D. Nordhaus. Economics, International Edition, 2002).
Untuk kebijakan perpajakan telah kita singgung sebelumnya pada bahasan peran pajak dalam perekonomian. Sementara itu, government expenditure terdiri dari dua elemen. Yang pertama adalah government purchase, menyangkut belanja barang dan jasa pemerintah. Contohnya adalah pengeluaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur serta peningkatan gaji pegawai negeri. Berikutnya ialah government transfer payment, yang merupakan pengeluaran pemerintah dalam bentuk bantuan sosial, asuransi kesehatan, asuransi tenaga kerja, dan sejenisnya.
Lebih lanjut, stimulus fiskal sendiri merupakan pemberian insentif atau dorongan dari sisi fiskal oleh pemerintah. Kebijakan stimulus fiskal biasanya diambil guna mengatasi krisis ekonomi yang sedang terjadi. Adapun implementasi dari insentif itu antara lain: percepatan pembangunan infrastruktur (jalan, bendungan), insentif pajak (pengurangan/penghapusan pajak tertentu), kemudian deregulasi dalam investasi (mempermudah persyaratan investasi).
Pemberian stimulus diharapkan menjadi pemicu (trigger) kegiatan ekonomi terkait, misalnya pembangunan infrastruktur mampu menciptakan lapangan kerja, sementara insentif pajak bermanfaat untuk meningkatkan investasi.
Dalam sejarah perkembangan ekonomi, pentingnya menggunakan instrumen fiskal untuk stabilisasi ekonomi diserukan oleh salah satu tokoh ekonomi yang bernama John Maynard Keynes, pada saat terjadi great depression di Amerika Serikat di sekitar 1930’an.
Menurut konsep keynesian framework, penambahan belanja pemerintah bisa menstimulasi perekonomian, baik secara langsung (melalui peningkatan konsumsi dan investasi), maupun tidak langsung (melalui peningkatan pendapatan individu dan transfer payment). Meningkatnya pendapatan yang bisa dibelanjakan (disposable income) dari sektor rumah tangga, akan meningkatkan konsumsi. Peningkatan konsumsi pada gilirannya meningkatkan pendapatan nasional (Toglhofer and Reiss. The Effectiveness of Fiscal Stimulus Packages in Times of Crisis, 2009).
Lebih jauh, studi lain menyatakan bahwa stimulus fiskal seharusnya dihentikan setelah terjadi perbaikan ekonomi, sehingga tidak menyebabkan defisit dalam jangka panjang dan instabilitas perekonomian.
Alasan detilnya sebagai berikut: walaupun peningkatan pengeluaran pemerintah bisa mengurangi beban individu dan meningkatkan kesejahteraan secara agregat; menurunkan angka pengangguran; serta meningkatkan pendapatan nasional, namun ada harga yang harus dibayarkan kembali segera setelah ekonomi mengalami recovery.
Apabila tidak dilakukan, maka dalam jangka panjang justru akan berpotensi menimbulkan defisit anggaran serta ketidakstabilan ekonomi (Strulik and Trimborn. The Dark Side of Fiscal Stimulus, Discussion Paper, Center for European, Governance and Economic Development Research, 2013).
Hal lain yang menjadi persoalan adalah mengenai seberapa besar anggaran yang digunakan dalam melaksanakan kebijakan stimulus fiskal, serta bagaimana mengalokasikan anggaran tersebut pada sektor ekonomi yang tepat sasaran.
Kesimpulan akhir, stimulus fiskal merupakan kebijakan makroekonomi berupa pemberian insentif disektor fiskal. Kebijakan ini diterapkan pemerintah pada saat menghadapi krisis ekonomi. Meskipun mampu meningkatkan pendapatan nasional, namun terdapat argumentasi dari beberapa penelitian mengenai efektivitas stimulus fiskal serta alokasi anggarannya. **
ARTIKEL TERKAIT :
Menimbang Efektivitas Kebijakan Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
Peran Pajak Dalam Pembangunan dan Perekonomian
Memahami Arti Pelanggaran Pajak (Tax Evasion) dan Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Mengenal Shadow Economy
Berbicara mengenai stimulus fiskal tentu tidak akan terlepas dari kebijakan makroekonomi. Dalam ilmu ekonomi, terdapat dua perangkat kebijakan makroekonomi, yakni kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Berhubung topik kali ini menyangkut kebijakan fiskal, maka untuk kebijakan moneter akan kita kupas pada kesempatan lain.
Jika merujuk kepada definisinya, kebijakan fiskal (fiscal policy) adalah kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan perpajakan (taxation) dan pengeluaran pemerintah (government expenditure) (Samuelson, P, and William D. Nordhaus. Economics, International Edition, 2002).
Untuk kebijakan perpajakan telah kita singgung sebelumnya pada bahasan peran pajak dalam perekonomian. Sementara itu, government expenditure terdiri dari dua elemen. Yang pertama adalah government purchase, menyangkut belanja barang dan jasa pemerintah. Contohnya adalah pengeluaran pemerintah untuk pembangunan infrastruktur serta peningkatan gaji pegawai negeri. Berikutnya ialah government transfer payment, yang merupakan pengeluaran pemerintah dalam bentuk bantuan sosial, asuransi kesehatan, asuransi tenaga kerja, dan sejenisnya.
Lebih lanjut, stimulus fiskal sendiri merupakan pemberian insentif atau dorongan dari sisi fiskal oleh pemerintah. Kebijakan stimulus fiskal biasanya diambil guna mengatasi krisis ekonomi yang sedang terjadi. Adapun implementasi dari insentif itu antara lain: percepatan pembangunan infrastruktur (jalan, bendungan), insentif pajak (pengurangan/penghapusan pajak tertentu), kemudian deregulasi dalam investasi (mempermudah persyaratan investasi).
Pemberian stimulus diharapkan menjadi pemicu (trigger) kegiatan ekonomi terkait, misalnya pembangunan infrastruktur mampu menciptakan lapangan kerja, sementara insentif pajak bermanfaat untuk meningkatkan investasi.
Dalam sejarah perkembangan ekonomi, pentingnya menggunakan instrumen fiskal untuk stabilisasi ekonomi diserukan oleh salah satu tokoh ekonomi yang bernama John Maynard Keynes, pada saat terjadi great depression di Amerika Serikat di sekitar 1930’an.
Menurut konsep keynesian framework, penambahan belanja pemerintah bisa menstimulasi perekonomian, baik secara langsung (melalui peningkatan konsumsi dan investasi), maupun tidak langsung (melalui peningkatan pendapatan individu dan transfer payment). Meningkatnya pendapatan yang bisa dibelanjakan (disposable income) dari sektor rumah tangga, akan meningkatkan konsumsi. Peningkatan konsumsi pada gilirannya meningkatkan pendapatan nasional (Toglhofer and Reiss. The Effectiveness of Fiscal Stimulus Packages in Times of Crisis, 2009).
Lebih jauh, studi lain menyatakan bahwa stimulus fiskal seharusnya dihentikan setelah terjadi perbaikan ekonomi, sehingga tidak menyebabkan defisit dalam jangka panjang dan instabilitas perekonomian.
Alasan detilnya sebagai berikut: walaupun peningkatan pengeluaran pemerintah bisa mengurangi beban individu dan meningkatkan kesejahteraan secara agregat; menurunkan angka pengangguran; serta meningkatkan pendapatan nasional, namun ada harga yang harus dibayarkan kembali segera setelah ekonomi mengalami recovery.
Apabila tidak dilakukan, maka dalam jangka panjang justru akan berpotensi menimbulkan defisit anggaran serta ketidakstabilan ekonomi (Strulik and Trimborn. The Dark Side of Fiscal Stimulus, Discussion Paper, Center for European, Governance and Economic Development Research, 2013).
Hal lain yang menjadi persoalan adalah mengenai seberapa besar anggaran yang digunakan dalam melaksanakan kebijakan stimulus fiskal, serta bagaimana mengalokasikan anggaran tersebut pada sektor ekonomi yang tepat sasaran.
Kesimpulan akhir, stimulus fiskal merupakan kebijakan makroekonomi berupa pemberian insentif disektor fiskal. Kebijakan ini diterapkan pemerintah pada saat menghadapi krisis ekonomi. Meskipun mampu meningkatkan pendapatan nasional, namun terdapat argumentasi dari beberapa penelitian mengenai efektivitas stimulus fiskal serta alokasi anggarannya. **
ARTIKEL TERKAIT :
Menimbang Efektivitas Kebijakan Pengampunan Pajak (Tax Amnesty)
Peran Pajak Dalam Pembangunan dan Perekonomian
Memahami Arti Pelanggaran Pajak (Tax Evasion) dan Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)
Mengenal Shadow Economy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar