Masih berkaitan dengan permasalahan lingkungan, tulisan ini akan membahas tentang kebakaran hutan dan lahan yang terjadi dibeberapa wilayah di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Pertama kita akan mempelajari penyebab terjadinya kebakaran hutan dan lahan, lalu kerugian yang ditimbulkannya, upaya-upaya yang dilakukan dalam menanganinya, serta pencegahan agar kejadian tersebut tidak berulang.
Mengutip pernyataan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), disebutkan bahwa kebakaran hutan dan lahan di Indonesia pada 2015 memakan tak kurang dari 2,090 hektar, setara dengan 32 kali wilayah DKI Jakarta atau empat kali Pulau Bali (CNN Indonesia, BNPB: Kebakaraan Hutan 2015 Seluas 32 Wilayah DKI Jakarta, 31 Oktober 2015). Dinyatakan juga bahwa kejadian kebakaran hutan tersebut merata di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari Pulau Sumatera, Kalimantan, hingga Papua.
Sumber yang sama mengungkapkan bahwa kerugian negara untuk penanganan kebakaran hutan di wilayah Riau saja mencapai Rp 20 triliun; jumlah ini jauh lebih besar daripada kerugian akibat korupsi pada kurun 2010-2014, yang berada dikisaran Rp 1.1 triliun (sesuai keterangan Indonesian Corruption Watch).
Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab kebakaran hutan. Menurut Data Kejadian Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan, yang dimuat dalam geospsial.bnpb.go.id, terdapat dua faktor utama penyebab kebakaran hutan dan lahan, yakni faktor alam dan faktor manusia.
Yang pertama adalah faktor alam, contohnya antara lain adanya musim kemarau panjang yang menyebabkan kekeringan pada tanah dan pepohonan. Hal ini memicu kenaikan suhu udara di area hutan; dan akibatnya, percikan api bisa muncul sewaktu-waktu apabila ada dua dahan pepohonan yang saling bergesekan.
Faktor kedua adalah faktor manusia, motifnya bervariasi, mulai dari kelalaian, misalnya membuang puntung rokok yang masih menyala dikawasan hutan, atau dengan unsur kesengajaan dengan tujuan tertentu, seperti kasus pembakaran hutan oleh kelompok masyarakat setempat untuk membuka lahan pertanian dan/atau pemukiman. Ada juga (dan ini yang disinyalir terjadi beberapa waktu terakhir ini) yang berkaitan dengan motif ekonomi.
Beberapa laporan media dan penelitian mengungkapkan bahwa tujuan yang disasar oleh kelompok kepentingan ekonomi adalah untuk membuka lahan perkebunan sawit. Seperti diketahui bahwa ongkos untuk membuka hutan, apabila dilakukan secara legal/resmi, biaya per hektarnya kurang lebih mencapai Rp 3-4 juta; sedangkan jika dilakukan dengan membakar lahan, untuk luas yang sama hanya dibutuhkan dana sekitar Rp 600-800 ribu.
Bila melihat catatan sejarah, kebakaran hutan di Indonesia sudah terjadi berulang kali. Menurut sebuah studi, pada 1982-1983 terjadi kebakaran hutan di Indonesia, khususnya di Kalimantan, dengan lahan terbakar seluas 5 juta hektar.
Kemudian selama 1997-1998, kebakaran hutan meliputi kawasan Sumatera, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, serta Papua, dengan area mencakup 9.5 juta hektar. Dari kejadian tersebut, penyebab utamanya adalah pengalihfungsian hutan dan lahan menjadi ladang dan/atau pemukiman penduduk.
Kebakaran hutan dan lahan tidak hanya terjadi di Indonesia. Berikut beberapa contohnya. Diwilayah Afrika. Dikawasan ini, setiap tahun diperkirakan terjadi kebakaran hutan savanna (padang rumput) dengan luas rata-rata mencapai 168 juta hektar.
Angka ini setara dengan 17% total daratan Afrika. Penelitian mencatat bahwa kebakaran hutan dan lahan disinyalir akibat perbuatan sengaja oleh pihak tertentu, biasanya dengan alasan untuk membuka ladang dan pemukiman. (Goldammer, Forest Fires, A Global Perspective, 2007).
Contoh berikutnya adalah Portugal. Menurut studi, pada masa antara 1980-2004, lebih dari 2.7 juta hektar lahan di Portugal mengalami kebakaran. Ini membuatnya menjadi salah satu negara dengan tingkat kejadian kebakaran yang tinggi di Eropa.
Selain memperburuk tingkat kesuburan tanah; secara ekonomi, kerugian yang dialami setara € 300 juta/tahun selama kurun 2002-2006, termasuk hilangnya potensi ekonomi dari sektor perhutanan, tercemarnya sumber air tanah, dan besarnya cakupan kerusakan hutan wisata alam.
Dari sisi sosial, kebakaran hutan tersebut menyebabkan kerusakan pada lingkungan tempat tinggal dan kesehatan manusia. Tercatat ada 21 orang meninggal akibat kebakaran hutan pada 2003, dan ratusan orang lainnya mesti mendapatkan perawatan akibat keracunan asap dan penyakit terkait lainnya.
Kebakaran hutan juga dialami Yunani pada 2007 lalu. Kerusakan hutan akibat kebakaran meliputi area seluas 270 ribu hektar area hutan, lahan tanaman zaitun (olive groves), serta lahan pertanian. Melihat perbandingan dengan luas negara Yunani, kejadian ini menjadi kejadian terburuk selama dasawarsa tersebut. Kerugian terutama dialami oleh habitat satwa yang hidup di area tesebut, lalu kerusakan hutan taman nasional, serta peningkatan suhu udara yang mempengaruhi kehidupan masyarakat setempat.
Dari sisi ekonomi, catatan lembaga Standard & Poors menyebut kerugian akibat kerusakan hutan mencapai € 3-5 milliar. Sektor pariwisata merupakan sektor terdampak paling besar, sebab Yunani merupakan salah satu destinasi wisata terkenal di Eropa.
Kemudian dari sisi sosial, tercatat 76 jiwa meninggal akibat kebakaran itu, tidak termasuk ratusan orang yang kehilangan tempat tinggal (Policy Department Economic and Scientific Policy, Forest Fires: causes and contributing factors in Europe, 2008).
Beberapa contoh diatas menggambarkan dahsyatnya dampak kebakaran hutan dan lahan. Berbagai aspek kehidupan manusia terkena imbas, dengan nilai ekonomi yang tidak bisa dikatakan sedikit. Nah, bagaimana upaya menanggulangi masalah kebakaran hutan beserta pencegahannya akan kita bahas pada tulisan berikutnya. **
ARTIKEL TERKAIT :
Melestarikan Hutan Merawat Peradaban
Menangani Kebakaran Hutan, Menyelamatkan Ekosistem Kehidupan
SDGs: isu perubahan iklim, sumberdaya kelautan, dan ekosistem bumi
Faktor Lingkungan Dalam Perekonomian
Mengutip pernyataan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), disebutkan bahwa kebakaran hutan dan lahan di Indonesia pada 2015 memakan tak kurang dari 2,090 hektar, setara dengan 32 kali wilayah DKI Jakarta atau empat kali Pulau Bali (CNN Indonesia, BNPB: Kebakaraan Hutan 2015 Seluas 32 Wilayah DKI Jakarta, 31 Oktober 2015). Dinyatakan juga bahwa kejadian kebakaran hutan tersebut merata di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari Pulau Sumatera, Kalimantan, hingga Papua.
Sumber yang sama mengungkapkan bahwa kerugian negara untuk penanganan kebakaran hutan di wilayah Riau saja mencapai Rp 20 triliun; jumlah ini jauh lebih besar daripada kerugian akibat korupsi pada kurun 2010-2014, yang berada dikisaran Rp 1.1 triliun (sesuai keterangan Indonesian Corruption Watch).
Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab kebakaran hutan. Menurut Data Kejadian Bencana Kebakaran Hutan dan Lahan, yang dimuat dalam geospsial.bnpb.go.id, terdapat dua faktor utama penyebab kebakaran hutan dan lahan, yakni faktor alam dan faktor manusia.
Yang pertama adalah faktor alam, contohnya antara lain adanya musim kemarau panjang yang menyebabkan kekeringan pada tanah dan pepohonan. Hal ini memicu kenaikan suhu udara di area hutan; dan akibatnya, percikan api bisa muncul sewaktu-waktu apabila ada dua dahan pepohonan yang saling bergesekan.
Faktor kedua adalah faktor manusia, motifnya bervariasi, mulai dari kelalaian, misalnya membuang puntung rokok yang masih menyala dikawasan hutan, atau dengan unsur kesengajaan dengan tujuan tertentu, seperti kasus pembakaran hutan oleh kelompok masyarakat setempat untuk membuka lahan pertanian dan/atau pemukiman. Ada juga (dan ini yang disinyalir terjadi beberapa waktu terakhir ini) yang berkaitan dengan motif ekonomi.
Beberapa laporan media dan penelitian mengungkapkan bahwa tujuan yang disasar oleh kelompok kepentingan ekonomi adalah untuk membuka lahan perkebunan sawit. Seperti diketahui bahwa ongkos untuk membuka hutan, apabila dilakukan secara legal/resmi, biaya per hektarnya kurang lebih mencapai Rp 3-4 juta; sedangkan jika dilakukan dengan membakar lahan, untuk luas yang sama hanya dibutuhkan dana sekitar Rp 600-800 ribu.
Bila melihat catatan sejarah, kebakaran hutan di Indonesia sudah terjadi berulang kali. Menurut sebuah studi, pada 1982-1983 terjadi kebakaran hutan di Indonesia, khususnya di Kalimantan, dengan lahan terbakar seluas 5 juta hektar.
Kemudian selama 1997-1998, kebakaran hutan meliputi kawasan Sumatera, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, serta Papua, dengan area mencakup 9.5 juta hektar. Dari kejadian tersebut, penyebab utamanya adalah pengalihfungsian hutan dan lahan menjadi ladang dan/atau pemukiman penduduk.
Kebakaran hutan dan lahan tidak hanya terjadi di Indonesia. Berikut beberapa contohnya. Diwilayah Afrika. Dikawasan ini, setiap tahun diperkirakan terjadi kebakaran hutan savanna (padang rumput) dengan luas rata-rata mencapai 168 juta hektar.
Angka ini setara dengan 17% total daratan Afrika. Penelitian mencatat bahwa kebakaran hutan dan lahan disinyalir akibat perbuatan sengaja oleh pihak tertentu, biasanya dengan alasan untuk membuka ladang dan pemukiman. (Goldammer, Forest Fires, A Global Perspective, 2007).
Contoh berikutnya adalah Portugal. Menurut studi, pada masa antara 1980-2004, lebih dari 2.7 juta hektar lahan di Portugal mengalami kebakaran. Ini membuatnya menjadi salah satu negara dengan tingkat kejadian kebakaran yang tinggi di Eropa.
Selain memperburuk tingkat kesuburan tanah; secara ekonomi, kerugian yang dialami setara € 300 juta/tahun selama kurun 2002-2006, termasuk hilangnya potensi ekonomi dari sektor perhutanan, tercemarnya sumber air tanah, dan besarnya cakupan kerusakan hutan wisata alam.
Dari sisi sosial, kebakaran hutan tersebut menyebabkan kerusakan pada lingkungan tempat tinggal dan kesehatan manusia. Tercatat ada 21 orang meninggal akibat kebakaran hutan pada 2003, dan ratusan orang lainnya mesti mendapatkan perawatan akibat keracunan asap dan penyakit terkait lainnya.
Kebakaran hutan juga dialami Yunani pada 2007 lalu. Kerusakan hutan akibat kebakaran meliputi area seluas 270 ribu hektar area hutan, lahan tanaman zaitun (olive groves), serta lahan pertanian. Melihat perbandingan dengan luas negara Yunani, kejadian ini menjadi kejadian terburuk selama dasawarsa tersebut. Kerugian terutama dialami oleh habitat satwa yang hidup di area tesebut, lalu kerusakan hutan taman nasional, serta peningkatan suhu udara yang mempengaruhi kehidupan masyarakat setempat.
Dari sisi ekonomi, catatan lembaga Standard & Poors menyebut kerugian akibat kerusakan hutan mencapai € 3-5 milliar. Sektor pariwisata merupakan sektor terdampak paling besar, sebab Yunani merupakan salah satu destinasi wisata terkenal di Eropa.
Kemudian dari sisi sosial, tercatat 76 jiwa meninggal akibat kebakaran itu, tidak termasuk ratusan orang yang kehilangan tempat tinggal (Policy Department Economic and Scientific Policy, Forest Fires: causes and contributing factors in Europe, 2008).
Beberapa contoh diatas menggambarkan dahsyatnya dampak kebakaran hutan dan lahan. Berbagai aspek kehidupan manusia terkena imbas, dengan nilai ekonomi yang tidak bisa dikatakan sedikit. Nah, bagaimana upaya menanggulangi masalah kebakaran hutan beserta pencegahannya akan kita bahas pada tulisan berikutnya. **
ARTIKEL TERKAIT :
Melestarikan Hutan Merawat Peradaban
Menangani Kebakaran Hutan, Menyelamatkan Ekosistem Kehidupan
SDGs: isu perubahan iklim, sumberdaya kelautan, dan ekosistem bumi
Faktor Lingkungan Dalam Perekonomian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar