Sejak lebih dari tujuh dekade terakhir, minyak bumi menjadi salah satu elemen penting dalam perekonomian global. Perannya sebagai bahan bakar untuk industri manufaktur, listrik, hingga transportasi, membuatnya menjadi ‘nyawa’ yang menyokong pertumbuhan ekonomi negara.
Terlebih lagi apabila melihat bahwa kebutuhan minyak bumi terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data, kebutuhan minyak mentah (crude oil) pada 2016 diperkirakan berada diangka 94.2 juta barrel per hari, meningkat sebesar 1.2 juta barrel dari tahun sebelumnya (OPEC. Monthly Oil Market Report, 10 February 2016).
Sebagai catatan, beberapa tahun terakhir harga minyak mentah bergejolak tidak menentu, mulai dari kenaikan harga yang mencapai angka diatas US$ 100/barrel (www.money.cnn.com. Oil prices surge above $ 106, gasoline tops $ 3.50, September 29, 2014), hingga penurunan harga yang drastis dibawah US$ 30/barrel (www.bloomberg.com. Crude Falls Below $ 30 a Barrel for the First Time in 12 Years, January 13, 2016).
Gejolak harga minyak tersebut pada kenyataannya sangat berpengaruh terhadap stabilitas makroekonomi negara-negara di dunia. Hal ini menjadi indikator penting yang menunjukkan besarnya peran minyak dalam menentukan laju perekonomian.
Dalam kaitannya dengan minyak bumi, artikel ini akan mengulas tentang salah satu organisasi multinasional yang terdiri dari negara-negara pengekspor minyak, yakni the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC).
OPEC dibentuk pada September 1960 saat gelaran Baghdad Conference, di Irak. Lima negara pendiri organisasi ini adalah Irak, Iran, Kuwait, Arab Saudi, dan Venezuela. Kemudian beberapa negara lain bergabung sebagai anggota, yakni Qatar, Indonesia, Libya, Uni Emirat Arab, Algeria, Angola, Ekuador (dalam status suspended), dan Nigeria (www.opec.org).
Latar belakang berdirinya OPEC didahului oleh pernyataan Presiden Amerika Serikat saat itu, Dwight Eisenhower yang hendak membatasi kuota impor minyak mentah dari Venezuela dan Timur Tengah, serta mengutamakan industri minyak dari Kanada dan Meksiko. Keputusan inilah yang kemudian mendasari keinginan negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Venezuela membentuk aliansi kerjasama yang kemudian dikenal dengan nama OPEC.
Maksud awal pendirian OPEC adalah untuk menjaga stabilitas harga minyak mentah dunia dengan cara membatasi jumlah minyak mentah yang beredar di pasaran. Karena negara anggota OPEC merupakan supplier minyak mentah, maka bisa dikatakan bahwa organisasi ini menerapkan sistem kartel (cartel).
Sebagai informasi, kartel merupakan persetujuan formal dari dua atau lebih penjual dalam pasar yang bersifat oligopoli (didominasi oleh beberapa supplier). Dalam persetujuan tersebut, anggota kartel melakukan kesepakatan atas harga, kuantitas produk yang dipasarkan, alokasi konsumen, hingga pembagian keuntungan (www.stats.oecd.org).
Adapun tujuan OPEC seperti yang tercantum dalam statuta organisasi adalah:
Apabila dilihat dari kontribusinya, negara-negara OPEC mengendalikan kurang lebih 75% cadangan persediaan minyak mentah dunia dan 40% produksi minyak mentah. Secara global, OPEC setidaknya menguasai sekitar 55% pangsa pasar minyak mentah. Ini sekaligus menunjukkan pengaruh OPEC dalam menentukan harga melalui kuota produksi minyak mentah.
Sementara itu, untuk menjaga stabilitas harga minyak mentah dunia, OPEC memiliki beberapa mekanisme, diantaranya: secara sukarela mengurangi produksi minyak mentah atau sebaliknya, meningkatkan persediaan minyak mentah di pasaran saat terjadi lonjakan kebutuhan.
Dalam perjalanannya, OPEC menghadapi beberapa tantangan, baik internal maupun eksternal.
Konflik Irak-Iran, 1980-1988.
Konflik ini tidak berhubungan langsung dengan keberadaan OPEC. Ada beberapa pemicu timbulnya perang Irak-Iran, mulai dari ideologi, hegemoni wilayah, situasi geopolitik kawasan, serta faktor ekonomi.
Salah satu penyebabnya adalah perebutan jalur dagang di Semenanjung Arab (Shatt al-Arab waterway). Jalur ini menjadi sengketa karena merupakan wiilayah strategis yang menjadi pintu awal lalu lintas perdagangan menuju Eropa dan kawasan sekitarnya (Mearsheimer, J and Walt, S. An Unnecessary War, Foreign Policy, January-February 2003).
Invasi Irak atas Kuwait (Perang Teluk), 1990-1991.
Meningkatnya tensi antara Irak dengan Kuwait salah satunya akibat bangkrutnya Irak setelah perang melawan Iran. Perang tersebut menyisakan utang yang harus ditanggung Irak, salah satunya kepada Kuwait. Pada saat itu Irak menginginkan agar utang dianggap lunas, namun keinginan tersebut ditolak oleh Kuwait.
Selain itu, Irak menuduh Kuwait memainkan kuota minyak di OPEC, sehingga mengakibatkan anjloknya harga minyak mentah dunia. Oleh Irak, hal ini dianggap merugikan (karena mengurangi keuntungan yang diperoleh dari penjualan). Atas alasan-alasan tersebut, Irak meng’invasi Kuwait (Keesing’s Record of World Events. Iraqi Invasion of Kuwait-International Response, Vol. 36, August 1990).
Embargo Uni Eropa dan dunia internasional atas impor minyak dari Iran, 2012.
Peristiwa ini sebenarnya tidak berkaitan secara langsung dengan OPEC, namun mengingat Iran adalah salah satu supplier minyak mentah terbesar dunia, maka dampaknya menjadi signifikan. Pada prinsipnya embargo ini diberlakukan atas ujicoba senjata nuklir yang dikembangkan Iran.
Hal tersebut dianggap berbahaya dari segi keamanan dan politik kawasan Timur Tengah; dengan kata lain, pengembangan senjata nuklir oleh Iran menjadi ancaman bagi negara-negara lain. Menurut salah satu sumber berita, kerugian yang dialami Iran akibat embargo tersebut kurang-lebih US$ 133 juta/hari (www.bloomberg.com. Iran Loses $133 Million a Day on Embargo, Buoying Obama, August 02, 2012).
Isu global warming dan perubahan iklim.
Persoalan pemanasan global dan perubahan iklim sampai saat ini termasuk dalam isu internasional, salah satunya menyangkut dampak penggunaan minyak bumi sebagai bahan bakar (industri, transportasi) yang berpotensi merusak lingkungan dan kehidupan manusia dalam jangka panjang. Mengenai isu pemanasan global telah dibahas dalam artikel Memahami Arti dan Dampak Pemanasan Global (Global Warming).
Selain itu, penelitian-penelitian terus dikembangkan untuk menemukan sumber energi alternatif sebagai pengganti minyak bumi, sehingga diperkirakan akan mempengaruhi kebutuhan minyak mentah di pasar internasional di waktu-waktu mendatang.
Demikian sejarah dan perkembangan the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC), beserta tantangan-tantangan global yang dihadapinya. **
UPDATE ARTIKEL (Selasa, 10 Oktober 2017):
Menurut Buletin Tahunan OPEC 2017, tercatat hingga akhir 2016, produksi minyak mentah terbesar dunia dikuasai oleh Arab Saudi (10.46 juta barrel/hari), Rusia (10.29 juta barrel/hari), dan Amerika Serikat (8.88 juta barrel/hari); sedangkan ekspor minyak mentah dari negara-negara anggota OPEC mencapai 25 juta barrel/hari.
Adapun rata-rata kebutuhan minyak mentah secara global pada 2016 mencapai 95.12 juta barrel/hari, dengan China dan India yang menjadi konsumen terbesar komoditas ini. Sementara permintaan minyak mentah secara global pada 2017 diperkirakan mencapai 96.46 juta barrel/hari (OPEC Annual Statistical Bulletin 2017).
Sumber lain menyebutkan bahwa OPEC akan sanggup memasok hampir 70% kebutuhan minyak mentah dunia, dengan persediaan yang meningkat pesat dari kurang-lebih 9 juta barrel/hari di 2015 menjadi 48 juta barrel/hari pada 2035.
Disisi lain, negara-negara penghasil minyak non-OPEC juga akan mengalami pertumbuhan produksi minyak secara bervariasi pada periode yang sama, diantaranya Amerika Serikat mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sebesar 4 juta barrel/hari, Rusia (1 juta barrel/hari), Brazil (2 juta barrel/hari), dan Kanada (0.5 juta barrel/hari) (BP Energy Outlook 2017 Edition).
Lebih lanjut, pada 30 Nopember 2016 diadakan konferensi OPEC yang menghasilkan beberapa kesepakatan penting, tertuang dalam Vienna Agreement. Hal-hal yang mendasari kesepakatan tersebut antara lain:
Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa keputusan penting, diantaranya:
Kesepatakan diatas disetujui oleh 11 negara OPEC dan 13 negara penghasil minyak non-OPEC. Kesebelas negara OPEC tersebut adalah Algeria, Angola, Ekuador, Gabon, Iran, Irak, Kuwait, Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Venezuela.
Sementara 2 negara anggota OPEC lainnya, Nigeria dan Libya, mendapat pengecualian karena produksi minyak mentah yang tidak stabil. Sebagai informasi, hingga pertengahan 2017 terdapat 13 negara yang menjadi anggota OPEC, seperti tersebut diatas; sementara Indonesia saat ini masih dalam status suspended dari keanggotaan OPEC.
Adapun persetujuan itu dipercaya mampu mengerek harga minyak mentah di pasaran dunia hingga 20%. Namun demikian, terlalu awal untuk mengatakan bahwa kesepakatan tersebut menghasilkan dampak positif bagi stabilitas harga minyak mentah, mengingat harga komoditas ini juga berfluktuasi sesuai dengan dinamika perkembangan perekonomian global.
Hal ini tercermin dalam perkembangan harga rata-rata minyak mentah pada triwulan terakhir 2016 yang mencapai US$ 45.28/barrel – US$ 52.61/barrel (dikutip dari www.indexmundi.com, berdasarakan harga rata-rata Brent Oil, West Texas Intermediate, dan Dubai Fateh).
Sementara saat artikel ini diterbitkan (10 Oktober 2017), harga minyak mentah menurut WTI adalah US$ 49.58/barrel dan Brent Oil US$ 55.81 /barrel. **
ARTIKEL TERKAIT :
Perekonomian Qatar: antara kekayaan ekonomi dan dinamika konflik kawasan
Perekonomian Uni Emirat Arab, Kemegahan Dunia di Semenanjung Arab
Kartel, Struktur Pasar Monopolistik, dan Inefisiensi Ekonomi
Konsep dan Permasalahan dalam Perdagangan Internasional
Terlebih lagi apabila melihat bahwa kebutuhan minyak bumi terus meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data, kebutuhan minyak mentah (crude oil) pada 2016 diperkirakan berada diangka 94.2 juta barrel per hari, meningkat sebesar 1.2 juta barrel dari tahun sebelumnya (OPEC. Monthly Oil Market Report, 10 February 2016).
Sebagai catatan, beberapa tahun terakhir harga minyak mentah bergejolak tidak menentu, mulai dari kenaikan harga yang mencapai angka diatas US$ 100/barrel (www.money.cnn.com. Oil prices surge above $ 106, gasoline tops $ 3.50, September 29, 2014), hingga penurunan harga yang drastis dibawah US$ 30/barrel (www.bloomberg.com. Crude Falls Below $ 30 a Barrel for the First Time in 12 Years, January 13, 2016).
Gejolak harga minyak tersebut pada kenyataannya sangat berpengaruh terhadap stabilitas makroekonomi negara-negara di dunia. Hal ini menjadi indikator penting yang menunjukkan besarnya peran minyak dalam menentukan laju perekonomian.
Dalam kaitannya dengan minyak bumi, artikel ini akan mengulas tentang salah satu organisasi multinasional yang terdiri dari negara-negara pengekspor minyak, yakni the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC).
OPEC dibentuk pada September 1960 saat gelaran Baghdad Conference, di Irak. Lima negara pendiri organisasi ini adalah Irak, Iran, Kuwait, Arab Saudi, dan Venezuela. Kemudian beberapa negara lain bergabung sebagai anggota, yakni Qatar, Indonesia, Libya, Uni Emirat Arab, Algeria, Angola, Ekuador (dalam status suspended), dan Nigeria (www.opec.org).
Latar belakang berdirinya OPEC didahului oleh pernyataan Presiden Amerika Serikat saat itu, Dwight Eisenhower yang hendak membatasi kuota impor minyak mentah dari Venezuela dan Timur Tengah, serta mengutamakan industri minyak dari Kanada dan Meksiko. Keputusan inilah yang kemudian mendasari keinginan negara-negara di kawasan Timur Tengah dan Venezuela membentuk aliansi kerjasama yang kemudian dikenal dengan nama OPEC.
Maksud awal pendirian OPEC adalah untuk menjaga stabilitas harga minyak mentah dunia dengan cara membatasi jumlah minyak mentah yang beredar di pasaran. Karena negara anggota OPEC merupakan supplier minyak mentah, maka bisa dikatakan bahwa organisasi ini menerapkan sistem kartel (cartel).
Sebagai informasi, kartel merupakan persetujuan formal dari dua atau lebih penjual dalam pasar yang bersifat oligopoli (didominasi oleh beberapa supplier). Dalam persetujuan tersebut, anggota kartel melakukan kesepakatan atas harga, kuantitas produk yang dipasarkan, alokasi konsumen, hingga pembagian keuntungan (www.stats.oecd.org).
Adapun tujuan OPEC seperti yang tercantum dalam statuta organisasi adalah:
- untuk mengkoordinasikan dan menyeragamkan kebijakan tentang minyak dari masing-masing negara anggota, serta untuk menentukan metode terbaik dalam melindungi kepentingan negara anggota, baik secara individu maupun secara bersama-sama.
- untuk mengupayakan stabilitas harga minyak mentah dunia di pasar internasional melalui penanganan fluktuasi harga.
- untuk menghasilkan manfaat ekonomi bagi negara produsen, ketersediaan minyak untuk negara konsumen, serta keuntungan yang adil bagi para investor di sektor industri perminyakan.
Apabila dilihat dari kontribusinya, negara-negara OPEC mengendalikan kurang lebih 75% cadangan persediaan minyak mentah dunia dan 40% produksi minyak mentah. Secara global, OPEC setidaknya menguasai sekitar 55% pangsa pasar minyak mentah. Ini sekaligus menunjukkan pengaruh OPEC dalam menentukan harga melalui kuota produksi minyak mentah.
Sementara itu, untuk menjaga stabilitas harga minyak mentah dunia, OPEC memiliki beberapa mekanisme, diantaranya: secara sukarela mengurangi produksi minyak mentah atau sebaliknya, meningkatkan persediaan minyak mentah di pasaran saat terjadi lonjakan kebutuhan.
Dalam perjalanannya, OPEC menghadapi beberapa tantangan, baik internal maupun eksternal.
Konflik Irak-Iran, 1980-1988.
Konflik ini tidak berhubungan langsung dengan keberadaan OPEC. Ada beberapa pemicu timbulnya perang Irak-Iran, mulai dari ideologi, hegemoni wilayah, situasi geopolitik kawasan, serta faktor ekonomi.
Salah satu penyebabnya adalah perebutan jalur dagang di Semenanjung Arab (Shatt al-Arab waterway). Jalur ini menjadi sengketa karena merupakan wiilayah strategis yang menjadi pintu awal lalu lintas perdagangan menuju Eropa dan kawasan sekitarnya (Mearsheimer, J and Walt, S. An Unnecessary War, Foreign Policy, January-February 2003).
Invasi Irak atas Kuwait (Perang Teluk), 1990-1991.
Meningkatnya tensi antara Irak dengan Kuwait salah satunya akibat bangkrutnya Irak setelah perang melawan Iran. Perang tersebut menyisakan utang yang harus ditanggung Irak, salah satunya kepada Kuwait. Pada saat itu Irak menginginkan agar utang dianggap lunas, namun keinginan tersebut ditolak oleh Kuwait.
Selain itu, Irak menuduh Kuwait memainkan kuota minyak di OPEC, sehingga mengakibatkan anjloknya harga minyak mentah dunia. Oleh Irak, hal ini dianggap merugikan (karena mengurangi keuntungan yang diperoleh dari penjualan). Atas alasan-alasan tersebut, Irak meng’invasi Kuwait (Keesing’s Record of World Events. Iraqi Invasion of Kuwait-International Response, Vol. 36, August 1990).
Embargo Uni Eropa dan dunia internasional atas impor minyak dari Iran, 2012.
Peristiwa ini sebenarnya tidak berkaitan secara langsung dengan OPEC, namun mengingat Iran adalah salah satu supplier minyak mentah terbesar dunia, maka dampaknya menjadi signifikan. Pada prinsipnya embargo ini diberlakukan atas ujicoba senjata nuklir yang dikembangkan Iran.
Hal tersebut dianggap berbahaya dari segi keamanan dan politik kawasan Timur Tengah; dengan kata lain, pengembangan senjata nuklir oleh Iran menjadi ancaman bagi negara-negara lain. Menurut salah satu sumber berita, kerugian yang dialami Iran akibat embargo tersebut kurang-lebih US$ 133 juta/hari (www.bloomberg.com. Iran Loses $133 Million a Day on Embargo, Buoying Obama, August 02, 2012).
Isu global warming dan perubahan iklim.
Persoalan pemanasan global dan perubahan iklim sampai saat ini termasuk dalam isu internasional, salah satunya menyangkut dampak penggunaan minyak bumi sebagai bahan bakar (industri, transportasi) yang berpotensi merusak lingkungan dan kehidupan manusia dalam jangka panjang. Mengenai isu pemanasan global telah dibahas dalam artikel Memahami Arti dan Dampak Pemanasan Global (Global Warming).
Selain itu, penelitian-penelitian terus dikembangkan untuk menemukan sumber energi alternatif sebagai pengganti minyak bumi, sehingga diperkirakan akan mempengaruhi kebutuhan minyak mentah di pasar internasional di waktu-waktu mendatang.
Demikian sejarah dan perkembangan the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC), beserta tantangan-tantangan global yang dihadapinya. **
UPDATE ARTIKEL (Selasa, 10 Oktober 2017):
Menurut Buletin Tahunan OPEC 2017, tercatat hingga akhir 2016, produksi minyak mentah terbesar dunia dikuasai oleh Arab Saudi (10.46 juta barrel/hari), Rusia (10.29 juta barrel/hari), dan Amerika Serikat (8.88 juta barrel/hari); sedangkan ekspor minyak mentah dari negara-negara anggota OPEC mencapai 25 juta barrel/hari.
Adapun rata-rata kebutuhan minyak mentah secara global pada 2016 mencapai 95.12 juta barrel/hari, dengan China dan India yang menjadi konsumen terbesar komoditas ini. Sementara permintaan minyak mentah secara global pada 2017 diperkirakan mencapai 96.46 juta barrel/hari (OPEC Annual Statistical Bulletin 2017).
Sumber lain menyebutkan bahwa OPEC akan sanggup memasok hampir 70% kebutuhan minyak mentah dunia, dengan persediaan yang meningkat pesat dari kurang-lebih 9 juta barrel/hari di 2015 menjadi 48 juta barrel/hari pada 2035.
Disisi lain, negara-negara penghasil minyak non-OPEC juga akan mengalami pertumbuhan produksi minyak secara bervariasi pada periode yang sama, diantaranya Amerika Serikat mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sebesar 4 juta barrel/hari, Rusia (1 juta barrel/hari), Brazil (2 juta barrel/hari), dan Kanada (0.5 juta barrel/hari) (BP Energy Outlook 2017 Edition).
Lebih lanjut, pada 30 Nopember 2016 diadakan konferensi OPEC yang menghasilkan beberapa kesepakatan penting, tertuang dalam Vienna Agreement. Hal-hal yang mendasari kesepakatan tersebut antara lain:
- harga minyak mentah dunia yang berfluktuasi sepanjang 2016.
- persediaan minyak mentah dunia yang berpotensi merugikan posisi produsen maupun konsumen dalam jangka panjang.
- peningkatan persediaan minyak mentah di negara-negara non-OPEC.
Pertemuan tersebut menghasilkan beberapa keputusan penting, diantaranya:
- Negara-negara anggota OPEC menyetujui untuk mengimplementasikan pengurangan produksi minyak mentah dunia menjadi sekitar 1.2 juta barrel/hari, efektif mulai 1 Januari 2017 (masing-masing negara mengurangi produksi minyak mentah hingga 4.5% dari kapasitas sebelumnya), sehingga batas maksimal persediaan minyak mentah dunia berada dikisaran 32.5 juta barrel/hari.
- Negara-negara produsen minyak non-OPEC akan mengurangi produksi minyak mentah hingga 0.6 juta barrel/hari.
- Durasi persetujuan tersebut berlaku selama 6 bulan dan dapat diperpanjang enam bulan berikutnya sesuai dengan perkembangan pasar.
Kesepatakan diatas disetujui oleh 11 negara OPEC dan 13 negara penghasil minyak non-OPEC. Kesebelas negara OPEC tersebut adalah Algeria, Angola, Ekuador, Gabon, Iran, Irak, Kuwait, Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Venezuela.
Sementara 2 negara anggota OPEC lainnya, Nigeria dan Libya, mendapat pengecualian karena produksi minyak mentah yang tidak stabil. Sebagai informasi, hingga pertengahan 2017 terdapat 13 negara yang menjadi anggota OPEC, seperti tersebut diatas; sementara Indonesia saat ini masih dalam status suspended dari keanggotaan OPEC.
Adapun persetujuan itu dipercaya mampu mengerek harga minyak mentah di pasaran dunia hingga 20%. Namun demikian, terlalu awal untuk mengatakan bahwa kesepakatan tersebut menghasilkan dampak positif bagi stabilitas harga minyak mentah, mengingat harga komoditas ini juga berfluktuasi sesuai dengan dinamika perkembangan perekonomian global.
Hal ini tercermin dalam perkembangan harga rata-rata minyak mentah pada triwulan terakhir 2016 yang mencapai US$ 45.28/barrel – US$ 52.61/barrel (dikutip dari www.indexmundi.com, berdasarakan harga rata-rata Brent Oil, West Texas Intermediate, dan Dubai Fateh).
Sementara saat artikel ini diterbitkan (10 Oktober 2017), harga minyak mentah menurut WTI adalah US$ 49.58/barrel dan Brent Oil US$ 55.81 /barrel. **
ARTIKEL TERKAIT :
Perekonomian Qatar: antara kekayaan ekonomi dan dinamika konflik kawasan
Perekonomian Uni Emirat Arab, Kemegahan Dunia di Semenanjung Arab
Kartel, Struktur Pasar Monopolistik, dan Inefisiensi Ekonomi
Konsep dan Permasalahan dalam Perdagangan Internasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar