23 Juni 2016 menjadi sejarah baru bagi Inggris setelah menentukan pilihan untuk keluar dari blok Uni Eropa (the European Union). Pilihan untuk memisahkan diri (dikenal dengan istilah Brexit) membawa banyak konsekuensi, baik dari perspektif domestik maupun internasional.
Pada pembahasan kali ini kita akan mempelajari sejarah perkembangan blok Uni Eropa, serta isu-isu terkait keluarnya Inggris dari blok tersebut.
Blok Uni Eropa terdiri dari 28 negara anggota (termasuk Inggris), dengan luas area mencapai 4.23 juta km2 dan populasi penduduk lebih dari 506 juta jiwa, atau sekitar 7% total populasi penduduk dunia.
Sementara total Gross Domestic Product (GDP) yang dihasilkan blok kerjasama ini pada 2014 mencapai € 13.92 triliun, setara dengan 25% GDP global. Adapun total perdagangan menyumbang lebih dari 20% perdagangan internasional (www.europa.eu. About the EU, dikutip pada Senin, 04 Juli 2016).
1. SEJARAH TERBENTUKNYA BLOK UNI EROPA.
Awal terbentuknya Uni Eropa dilatarbelakangi kondisi dunia yang porak-poranda pasca perang dunia ke-2.
Secara umum, kondisi ekonomi negara-negara Eropa pasca perang ditandai dengan adanya:
Pada 1950, Menteri Luar Negeri Perancis, Robert Schuman, menginisiasi kerjasama sektor industri baja di Eropa Barat, yang disepakati oleh enam negara, yakni Belgia, Perancis, Italia, Luxembourg, Belanda, dan Jerman, dengan membentuk the European Coal and Steel Community (ECSC) pada 23 Juli 1952.
Ke-6 negara tersebut memperluas kerjasama di sektor energi melalui penghapusan hambatan tarif antar negara, dengan mendirikan the European Economic Community (EEC) dan the European Atomic Energy Community (EURATOM) pada 1 Januari 1958.
Setelah itu digagaslah pembentukan pasar tunggal Eropa, hingga pada 1 Juli 1967, tiga institusi (ECSC, EURATOM, dan EEC) melebur menjadi satu organisasi baru yang dinamai the European Community, melalui Kesepakatan Brussels (Brussels Treaty atau Merger Treaty).
Pada 1973, Denmark, Irlandia, dan Inggris bergabung dalam institusi tersebut; sedangkan Yunani masuk menjadi anggota pada 1981.
Sementara pada 1986, Portugal dan Spanyol bergabung dalam blok ini.
Pada 7 Pebruari 1992 ditandatangani Kesepakatan Maastricht (the Treaty of Maastricht atau the Treaty of European Union), menegaskan tujuan berdirinya the European Union (EU), yang mulai efektif beroperasi pada 1 Nopember 1993.
Adapun tujuan tersebut antara lain:
Pada 1995, Austria, Finlandia, dan Swedia bergabung dengan Uni Eropa.
Sementara 1999 merupakan tahun diperkenalkannya mata uang tunggal Eropa, Euro.
Pada 2001, Yunani bergabung dalam Uni Eropa.
1 Januari 2002, secara resmi Euro dipergunakan sebagai mata uang 12 dari total 15 negara anggota EU, yakni Austria, Belgia, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Irlandia, Italia, Luxembourg, Belanda, Portugal, dan Spanyol (catatan: kelompok negara pengguna mata uang Euro dikenal dengan istilah the Euro Zone).
Pada 2004 terdapat 10 negara yang bergabung dalam Uni Eropa, yaitu Siprus (Cyprus), Ceko (Czech Republic), Estonia, Hungaria, Latvia, Lithuania, Malta, Polandia, Slovakia, dan Slovenia. Tiga tahun berikutnya (2007), Bulgaria dan Rumania bergabung.
Pada 1 Desember 2009 terjadi Kesepakatan Lisbon (the Treaty of Lisbon), antara lain memuat penyederhanaan struktur organisasi Uni Eropa.
Kemudian pada 2013 Kroasia bergabung dengan Uni Eropa, sehingga total negara yang tergabung dalam Uni Eropa genap berjumlah 28 negara.
Kerjasama blok Uni Eropa meliputi beberapa bidang, antara lain:
Lebih lanjut, organisasi Uni Eropa terdiri dari beberapa instrumen, yaitu:
2. KELUARNYA INGGRIS DARI BLOK UNI EROPA (BREXIT).
Terkait keluarnya Inggris dari Blok Uni Eropa, terdapat berbagai faktor yang mendorong pilihan untuk bertahan atau keluar dari blok kerjasama tersebut. Kita akan membahasnya satu per satu.
2.1. Masalah Imigran.
Banyaknya kaum migran yang masuk ke Inggris mengurangi peluang kerja warga negara lokal.
Tercatat lebih dari 4 juta imigran masuk ke inggris pada 2014, termasuk 25% yang berasal dari negara anggota Uni Eropa.
Isu imigran ini berdampak langsung pada perekonomian domestik Inggris. Di satu sisi, banyaknya tenaga kerja akan memberi peluang untuk meningkatkan output produksi, sehingga memicu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan GDP.
Di sisi lain, bila Inggris memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa, maka hal tersebut akan memberi peluang lebih besar bagi warga negara lokal untuk memperoleh pekerjaan (seiring berkurangnya persaingan di pasar tenaga kerja).
2.2. Masalah Perdagangan.
Isu ini terkait dengan kesepakatan blok Uni Eropa yang mengatur tata cara perdagangan dan pengurangan hambatan dan tarif, untuk memudahkan lalu-lintas perdagangan antar wilayah.
Kesepakatan ini dinilai sebagian pihak memberi keuntungan ekonomis dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi domestik Inggris.
Sebagai catatan, transaksi perdagangan Inggris dengan Uni Eropa menyumbang lebih dari £ 400 miliar per tahun bagi perekonomian Inggris.
Disamping itu, terdapat lebih dari 50% perdagangan barang/jasa dari Inggris yang mengalir ke Uni Eropa, dan lebih dari 60% usaha kecil asal Inggris yang mengekspor produknya ke Uni Eropa.
Sementara pihak yang tidak ingin bergabung dengan Uni Eropa menyatakan jika Inggris tidak perlu menaati aturan-aturan dalam kesepakatan Uni Eropa yang dianggap memberatkan.
Terlebih, keluarnya Inggris dari blok Uni Eropa juga bisa memberi ruang lebih kepada produsen dalam negeri untuk berproduksi sesuai permintaan pasar.
2.3. Faktor Modal dan Investasi.
Investasi dari kedua pihak (Inggris dan Uni Eropa) telah berjalan dengan baik, sehingga pihak yang ingin tetap bergabung dengan Uni Eropa mengkhawatirkan timbulnya gejolak ekonomi domestik akibat pelarian modal, apabila Inggris memilih keluar.
Pihak yang setuju Inggris keluar dari Uni Eropa berkeyakinan bahwa keluarnya Inggris dari Uni Eropa justru akan memicu investasi dalam negeri, karena tidak lagi terikat dengan aturan Uni Eropa.
Selain itu, investasi Inggris di Uni Eropa pada 2015 sebesar £ 13 miliar dianggap terlalu besar dan bisa lebih memberi manfaat jika ditarik ke dalam negeri.
2.4. Isu Lain,
Isu-isu ini antara lain terkait masalah pertahanan-keamanan, pencegahan tindak kejahatan (seperti penyelundupan dan terorisme), serta problem di sektor pertanian dan pariwisata.
Akhirnya, keputusan sudah diambil melalui referendum. Warga negara Inggris telah menentukan pilihannya untuk keluar dari Uni Eropa dengan membawa serta konsekuensi-konsekuensinya.
Demikian pemaparan tentang sejarah terbentuknya Blok Uni Eropa, serta isu-isu terkait keluarnya Inggris dari blok tersebut.**
ARTIKEL TERKAIT :
Melihat Sejarah Gerakan Non Blok (Non-Aligned Movement) dan Relevansinya di Dunia Modern
Pemahaman tentang Official Development Assistance (ODA)
Sekilas tentang the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)
Tantangan UNDP Mewujudkan Agenda the Sustainable Development Goals (SDGs)
Pada pembahasan kali ini kita akan mempelajari sejarah perkembangan blok Uni Eropa, serta isu-isu terkait keluarnya Inggris dari blok tersebut.
Blok Uni Eropa terdiri dari 28 negara anggota (termasuk Inggris), dengan luas area mencapai 4.23 juta km2 dan populasi penduduk lebih dari 506 juta jiwa, atau sekitar 7% total populasi penduduk dunia.
Sementara total Gross Domestic Product (GDP) yang dihasilkan blok kerjasama ini pada 2014 mencapai € 13.92 triliun, setara dengan 25% GDP global. Adapun total perdagangan menyumbang lebih dari 20% perdagangan internasional (www.europa.eu. About the EU, dikutip pada Senin, 04 Juli 2016).
1. SEJARAH TERBENTUKNYA BLOK UNI EROPA.
Awal terbentuknya Uni Eropa dilatarbelakangi kondisi dunia yang porak-poranda pasca perang dunia ke-2.
Secara umum, kondisi ekonomi negara-negara Eropa pasca perang ditandai dengan adanya:
- penurunan produktivitas ekonomi dalam negeri.
- pasar yang berskala kecil, sehingga nyaris tidak terjadi transaksi antar negara.
- kebutuhan mendesak untuk rekonstruksi dan integrasi ekonomi.
- kebutuhan untuk pemulihan demokrasi dan stabilitas makroekonomi.
- kebutuhan untuk membuka perbatasan sehingga mampu meningkatkan lalu-lintas perdagangan antar negara.
Pada 1950, Menteri Luar Negeri Perancis, Robert Schuman, menginisiasi kerjasama sektor industri baja di Eropa Barat, yang disepakati oleh enam negara, yakni Belgia, Perancis, Italia, Luxembourg, Belanda, dan Jerman, dengan membentuk the European Coal and Steel Community (ECSC) pada 23 Juli 1952.
Ke-6 negara tersebut memperluas kerjasama di sektor energi melalui penghapusan hambatan tarif antar negara, dengan mendirikan the European Economic Community (EEC) dan the European Atomic Energy Community (EURATOM) pada 1 Januari 1958.
Setelah itu digagaslah pembentukan pasar tunggal Eropa, hingga pada 1 Juli 1967, tiga institusi (ECSC, EURATOM, dan EEC) melebur menjadi satu organisasi baru yang dinamai the European Community, melalui Kesepakatan Brussels (Brussels Treaty atau Merger Treaty).
Pada 1973, Denmark, Irlandia, dan Inggris bergabung dalam institusi tersebut; sedangkan Yunani masuk menjadi anggota pada 1981.
Sementara pada 1986, Portugal dan Spanyol bergabung dalam blok ini.
Pada 7 Pebruari 1992 ditandatangani Kesepakatan Maastricht (the Treaty of Maastricht atau the Treaty of European Union), menegaskan tujuan berdirinya the European Union (EU), yang mulai efektif beroperasi pada 1 Nopember 1993.
Adapun tujuan tersebut antara lain:
- mempromosikan peningkatan ekonomi dan sosial secara seimbang dan berkelanjutan, melalui penguatan dan kerjasama di sektor moneter, termasuk penggunaan mata uang tunggal.
- menegaskan identitas tunggal melalui kebijakan bersama, terkait keamanan, persoalan luar negeri, serta kebijakan pertahanan.
- memperkuat perlindungan terhadap hak dan kepentingan warga negara anggota melalui kewarganegaraan Uni Eropa.
- mengembangkan kerjasama di bidang hukum dan tata kelola pemerintahan.
Pada 1995, Austria, Finlandia, dan Swedia bergabung dengan Uni Eropa.
Sementara 1999 merupakan tahun diperkenalkannya mata uang tunggal Eropa, Euro.
Pada 2001, Yunani bergabung dalam Uni Eropa.
1 Januari 2002, secara resmi Euro dipergunakan sebagai mata uang 12 dari total 15 negara anggota EU, yakni Austria, Belgia, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Irlandia, Italia, Luxembourg, Belanda, Portugal, dan Spanyol (catatan: kelompok negara pengguna mata uang Euro dikenal dengan istilah the Euro Zone).
Pada 2004 terdapat 10 negara yang bergabung dalam Uni Eropa, yaitu Siprus (Cyprus), Ceko (Czech Republic), Estonia, Hungaria, Latvia, Lithuania, Malta, Polandia, Slovakia, dan Slovenia. Tiga tahun berikutnya (2007), Bulgaria dan Rumania bergabung.
Pada 1 Desember 2009 terjadi Kesepakatan Lisbon (the Treaty of Lisbon), antara lain memuat penyederhanaan struktur organisasi Uni Eropa.
Kemudian pada 2013 Kroasia bergabung dengan Uni Eropa, sehingga total negara yang tergabung dalam Uni Eropa genap berjumlah 28 negara.
Kerjasama blok Uni Eropa meliputi beberapa bidang, antara lain:
- pasar tunggal Eropa.
- kebijakan moneter.
- perikatan ekonomi dan sosial.
- kebijakan keamanan dan luar negeri.
- kebijakan tenaga kerja.
- perlindungan lingkungan.
- kebijakan pertahanan.
- kebebasan dan kesetaraan hukum.
Lebih lanjut, organisasi Uni Eropa terdiri dari beberapa instrumen, yaitu:
- The European Council. Instrumen ini menjadi pemegang kendali strategis bagi kebijakan Uni Eropa, terdiri dari kepala negara/pemerintahan negara-negara anggota yang secara rutin mengadakan pertemuan.
- The European Commisision atau Komisi Eropa. Komisi ini bertindak sebagai pengendali operasional, terdiri dari 28 komisioner mewakili masing-masing anggota.
- The Council of the European Union. Institusi ini merupakan representasi anggota setingkat menteri.
- The European Parliament atau Parlemen Eropa, merupakan representasi warga negara yang tergabung dalam Uni Eropa, terdiri dari 751 perwakilan yang dipilih setiap lima tahun sekali.
- Institusi pendukung lain, seperti the Court of Justice dan the European Central Bank (ECB), dengan kewenangannya masing-masing.
2. KELUARNYA INGGRIS DARI BLOK UNI EROPA (BREXIT).
Terkait keluarnya Inggris dari Blok Uni Eropa, terdapat berbagai faktor yang mendorong pilihan untuk bertahan atau keluar dari blok kerjasama tersebut. Kita akan membahasnya satu per satu.
2.1. Masalah Imigran.
Banyaknya kaum migran yang masuk ke Inggris mengurangi peluang kerja warga negara lokal.
Tercatat lebih dari 4 juta imigran masuk ke inggris pada 2014, termasuk 25% yang berasal dari negara anggota Uni Eropa.
Isu imigran ini berdampak langsung pada perekonomian domestik Inggris. Di satu sisi, banyaknya tenaga kerja akan memberi peluang untuk meningkatkan output produksi, sehingga memicu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan GDP.
Di sisi lain, bila Inggris memutuskan untuk keluar dari Uni Eropa, maka hal tersebut akan memberi peluang lebih besar bagi warga negara lokal untuk memperoleh pekerjaan (seiring berkurangnya persaingan di pasar tenaga kerja).
2.2. Masalah Perdagangan.
Isu ini terkait dengan kesepakatan blok Uni Eropa yang mengatur tata cara perdagangan dan pengurangan hambatan dan tarif, untuk memudahkan lalu-lintas perdagangan antar wilayah.
Kesepakatan ini dinilai sebagian pihak memberi keuntungan ekonomis dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi domestik Inggris.
Sebagai catatan, transaksi perdagangan Inggris dengan Uni Eropa menyumbang lebih dari £ 400 miliar per tahun bagi perekonomian Inggris.
Disamping itu, terdapat lebih dari 50% perdagangan barang/jasa dari Inggris yang mengalir ke Uni Eropa, dan lebih dari 60% usaha kecil asal Inggris yang mengekspor produknya ke Uni Eropa.
Sementara pihak yang tidak ingin bergabung dengan Uni Eropa menyatakan jika Inggris tidak perlu menaati aturan-aturan dalam kesepakatan Uni Eropa yang dianggap memberatkan.
Terlebih, keluarnya Inggris dari blok Uni Eropa juga bisa memberi ruang lebih kepada produsen dalam negeri untuk berproduksi sesuai permintaan pasar.
2.3. Faktor Modal dan Investasi.
Investasi dari kedua pihak (Inggris dan Uni Eropa) telah berjalan dengan baik, sehingga pihak yang ingin tetap bergabung dengan Uni Eropa mengkhawatirkan timbulnya gejolak ekonomi domestik akibat pelarian modal, apabila Inggris memilih keluar.
Pihak yang setuju Inggris keluar dari Uni Eropa berkeyakinan bahwa keluarnya Inggris dari Uni Eropa justru akan memicu investasi dalam negeri, karena tidak lagi terikat dengan aturan Uni Eropa.
Selain itu, investasi Inggris di Uni Eropa pada 2015 sebesar £ 13 miliar dianggap terlalu besar dan bisa lebih memberi manfaat jika ditarik ke dalam negeri.
2.4. Isu Lain,
Isu-isu ini antara lain terkait masalah pertahanan-keamanan, pencegahan tindak kejahatan (seperti penyelundupan dan terorisme), serta problem di sektor pertanian dan pariwisata.
Akhirnya, keputusan sudah diambil melalui referendum. Warga negara Inggris telah menentukan pilihannya untuk keluar dari Uni Eropa dengan membawa serta konsekuensi-konsekuensinya.
Demikian pemaparan tentang sejarah terbentuknya Blok Uni Eropa, serta isu-isu terkait keluarnya Inggris dari blok tersebut.**
ARTIKEL TERKAIT :
Melihat Sejarah Gerakan Non Blok (Non-Aligned Movement) dan Relevansinya di Dunia Modern
Pemahaman tentang Official Development Assistance (ODA)
Sekilas tentang the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD)
Tantangan UNDP Mewujudkan Agenda the Sustainable Development Goals (SDGs)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar