Sejak beberapa tahun terakhir, perkembangan ekonomi global ditandai dengan berbagai gejolak, baik dibidang ekonomi maupun non-ekonomi, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi laju perekonomian dunia. Pada kesempatan kali ini kita akan melihat situasi perekonomian global 2017 setelah melewati semester pertama.
Faktor ekonomi, terutama terkait dengan investasi, pasar keuangan, serta kebijakan makroekonomi yang diterapkan oleh beberapa negara besar, mampu meningkatkan produktivitas ekonomi global meski dalam laju yang relatif lambat.
Sementara faktor non-ekonomi, seperti konflik antar negara, misalnya ketegangan politik di kawasan Timur Tengah antara Suriah (Syria), Iran, dan Rusia disatu sisi, dengan negara-negara Arab yang didukung Amerika Serikat disisi lain; perselisihan antara Qatar dengan negara-negara yang tergabung dalam Liga Arab terkait isu terorisme, serta ujicoba senjata nuklir oleh Korea Utara yang memicu konflik dengan Jepang, China, dan Korea Selatan; sedikit banyak telah mempengaruhi tren pertumbuhan ekonomi secara negatif.
Dalam laporannya, Bank Dunia memprediksikan pertumbuhan perekonomian global pada 2017 akan berada dikisaran 2.7%, dengan asumsi bahwa pasar keuangan dunia tidak lagi mengalami goncangan seperti pada tahun sebelumnya, walaupun masih dihinggapi oleh ketidakpastian (uncertainty). Peningkatan nilai investasi yang disertai dengan aktivitas produksi dinilai mampu mendorong pertumbuhan ekonomi global.
Lebih lanjut, harga minyak mentah dunia disinyalir mulai menunjukkan kenaikan, terutama setelah adanya kesepakatan negara-negara yang tergabung dalam OPEC (the Organization of the Petroleum Exporting Countries) untuk membatasi kuota produksi minyak mentah sebagai persediaan. Diharapkan, harga minyak mentah rata-rata pada tahun ini mencapai US$ 53 per barrel.
Sementara itu, harga produk-produk pangan diharapkan tetap stabil hingga akhir 2017. Pemanfaatan sumber energi ramah lingkungan seperti biofuel dipercaya mampu memberi dampak positif bagi peningkatan produksi pangan. Kemudian, berkurangnya intensitas bencana alam pada tahun ini juga berkontribusi positif terhadap pertumbuhan produksi pangan global (World Bank, Global Economic Prospects 2017: A Fragile Recovery, June 2017).
Disisi lain, Perserikatan Bangsa-Bangsa (the United Nations) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi global pada 2016 hanya berkisar diangka 2.2%. Angka ini merupakan yang terendah sejak resesi ekonomi dunia 2008-2009. Sedangkan pada tahun ini, pertumbuhan perekonomian global diperkirakan mengalami perbaikan, yakni sebesar 2.7%, ditunjang oleh membaiknya situasi ekonomi domestik, baik di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang, maupun di negara-negara kawasan Asia-Pasifik.
Namun demikian, investasi di negara berkembang masih belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Perekonomian di negara-negara tersebut cenderung didukung oleh konsumsi dalam negeri (domestic consumption) (United Nations, World Economic Situation and Prospects 2017).
Sedangkan OECD (the Organisation for Economic Co-operation and Development) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi beberapa negara di kawasan Asia yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dunia, diantaranya peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mengalami perbaikan dari 5.0% pada 2016 menjadi 5.1% di 2017.
Sementara perekonomian Jepang akan mengalami peningkatan cukup signifikan dari tahun lalu yang berada dikisaran 1.0% menjadi 1.4% pada 2017. Hal tersebut bertolak belakang dengan pertumbuhan ekonomi di China dan Korea Selatan yang mengalami perlambatan masing-masing sebesar 0.1% dan 0.2% dibandingkan dengan capaian pada 2016, yakni 6.7% dan 2.8%.
OECD juga menyatakan bahwa produk dan investasi berbasis teknologi (high-tech products and investment) mengalami kenaikan permintaan pada tahun ini. Disamping itu, kerjasama perdagangan antar negara mampu memicu munculnya pasar baru serta meningkatkan produktivitas pelaku pasar dan daya beli konsumen (OECD, OECD Economic Outlook: Better, but not good enough, June 2017).
Selanjutnya, the World Economic Forum (WEF) mencatat beberapa isu utama terkait perkembangan dunia pada 2017, diantaranya:
Beberapa catatan diatas memperlihatkan dinamika perkembangan ekonomi dunia 2017, baik berupa peningkatan aktivitas produksi dan investasi, maupun tantangan-tantangan yang berpotensi menghambat laju perekonomian global. **
ARTIKEL TERKAIT :
Mencermati Situasi Perekonomian Dunia di 2018
Melihat Situasi Perekonomian Global 2016
Mengenang Kembali Krisis Ekonomi Asia 1997-1998
Konsep dan Permasalahan dalam Perdagangan Internasional
Faktor ekonomi, terutama terkait dengan investasi, pasar keuangan, serta kebijakan makroekonomi yang diterapkan oleh beberapa negara besar, mampu meningkatkan produktivitas ekonomi global meski dalam laju yang relatif lambat.
Sementara faktor non-ekonomi, seperti konflik antar negara, misalnya ketegangan politik di kawasan Timur Tengah antara Suriah (Syria), Iran, dan Rusia disatu sisi, dengan negara-negara Arab yang didukung Amerika Serikat disisi lain; perselisihan antara Qatar dengan negara-negara yang tergabung dalam Liga Arab terkait isu terorisme, serta ujicoba senjata nuklir oleh Korea Utara yang memicu konflik dengan Jepang, China, dan Korea Selatan; sedikit banyak telah mempengaruhi tren pertumbuhan ekonomi secara negatif.
Dalam laporannya, Bank Dunia memprediksikan pertumbuhan perekonomian global pada 2017 akan berada dikisaran 2.7%, dengan asumsi bahwa pasar keuangan dunia tidak lagi mengalami goncangan seperti pada tahun sebelumnya, walaupun masih dihinggapi oleh ketidakpastian (uncertainty). Peningkatan nilai investasi yang disertai dengan aktivitas produksi dinilai mampu mendorong pertumbuhan ekonomi global.
Lebih lanjut, harga minyak mentah dunia disinyalir mulai menunjukkan kenaikan, terutama setelah adanya kesepakatan negara-negara yang tergabung dalam OPEC (the Organization of the Petroleum Exporting Countries) untuk membatasi kuota produksi minyak mentah sebagai persediaan. Diharapkan, harga minyak mentah rata-rata pada tahun ini mencapai US$ 53 per barrel.
Sementara itu, harga produk-produk pangan diharapkan tetap stabil hingga akhir 2017. Pemanfaatan sumber energi ramah lingkungan seperti biofuel dipercaya mampu memberi dampak positif bagi peningkatan produksi pangan. Kemudian, berkurangnya intensitas bencana alam pada tahun ini juga berkontribusi positif terhadap pertumbuhan produksi pangan global (World Bank, Global Economic Prospects 2017: A Fragile Recovery, June 2017).
Disisi lain, Perserikatan Bangsa-Bangsa (the United Nations) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi global pada 2016 hanya berkisar diangka 2.2%. Angka ini merupakan yang terendah sejak resesi ekonomi dunia 2008-2009. Sedangkan pada tahun ini, pertumbuhan perekonomian global diperkirakan mengalami perbaikan, yakni sebesar 2.7%, ditunjang oleh membaiknya situasi ekonomi domestik, baik di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang, maupun di negara-negara kawasan Asia-Pasifik.
Namun demikian, investasi di negara berkembang masih belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Perekonomian di negara-negara tersebut cenderung didukung oleh konsumsi dalam negeri (domestic consumption) (United Nations, World Economic Situation and Prospects 2017).
Sedangkan OECD (the Organisation for Economic Co-operation and Development) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi beberapa negara di kawasan Asia yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dunia, diantaranya peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mengalami perbaikan dari 5.0% pada 2016 menjadi 5.1% di 2017.
Sementara perekonomian Jepang akan mengalami peningkatan cukup signifikan dari tahun lalu yang berada dikisaran 1.0% menjadi 1.4% pada 2017. Hal tersebut bertolak belakang dengan pertumbuhan ekonomi di China dan Korea Selatan yang mengalami perlambatan masing-masing sebesar 0.1% dan 0.2% dibandingkan dengan capaian pada 2016, yakni 6.7% dan 2.8%.
OECD juga menyatakan bahwa produk dan investasi berbasis teknologi (high-tech products and investment) mengalami kenaikan permintaan pada tahun ini. Disamping itu, kerjasama perdagangan antar negara mampu memicu munculnya pasar baru serta meningkatkan produktivitas pelaku pasar dan daya beli konsumen (OECD, OECD Economic Outlook: Better, but not good enough, June 2017).
Selanjutnya, the World Economic Forum (WEF) mencatat beberapa isu utama terkait perkembangan dunia pada 2017, diantaranya:
- Peningkatan pendapatan yang diikuti oleh semakin besarnya ketimpangan kesejahteraan diberbagai wilayah dunia.
- Perubahan iklim yang mempengaruhi lingkungan dan kesehatan. Isu tentang global warming, gas emission, serta bencana alam masih menjadi fokus penting terkait dengan lingkungan hidup.
- Terjadinya polarisasi dalam masyarakat. Masalah imigrasi antar negara merupakan salah satu faktor pemicu persoalan tersebut.
- Ketergantungan pada dunia digital yang semakin menguat, terutama dalam aktivitas ekonomi seperti e-business, e-commerce, dan sebagainya. Namun demikian, teknologi digital juga membawa potensi negatif, terkait dengan ancaman terhadap keamanan data negara dan identitas pribadi, maupun maraknya kejahatan digital yang terorganisir.
Beberapa catatan diatas memperlihatkan dinamika perkembangan ekonomi dunia 2017, baik berupa peningkatan aktivitas produksi dan investasi, maupun tantangan-tantangan yang berpotensi menghambat laju perekonomian global. **
ARTIKEL TERKAIT :
Mencermati Situasi Perekonomian Dunia di 2018
Melihat Situasi Perekonomian Global 2016
Mengenang Kembali Krisis Ekonomi Asia 1997-1998
Konsep dan Permasalahan dalam Perdagangan Internasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar