Problem pertumbuhan populasi penduduk bukanlah isu baru dalam diskusi dan penelitian. Pada abad ke-17, hal tersebut telah menjadi bahan dialektika yang sangat menarik diantara para ilmuwan dan peneliti. Salah satu pandangan tentang pertumbuhan populasi dikemukakan oleh seorang ekonom berkebangsaan Inggris, Thomas Robert Malthus (1766-1834). Pada kesempatan kali ini kita akan mempelajari pokok pikiran Thomas Robert Malthus yang dituangkan dalam karya’nya yang berjudul “The Essay on the Principle of Population”.
Lahirnya "the Essay on the Principle of Population" sebenarnya didasari kritikan Malthus terhadap konsep ‘masyarakat ideal’ (perfect society) yang diperkenalkan oleh William Godwin dan beberapa penulis lain. Ia menganggap bahwa kondisi masyarakat yang ideal tidak akan mampu terwujud karena adanya keterbatasan-keterbatasan.
Berawal dari pendapat seorang ilmuwan, William Godwin (1756-1836), dalam buku’nya “An Enquiry Concerning the Principal of Political Justice and Its Influence on General Virtue and Happiness” atau lebih dikenal dengan judul “Political Justice” (1793), yang menyatakan bahwa ketika dunia mencapai fase dimana tidak ada lagi peperangan dan permusuhan, serta saat pengetahuan tentang pertanian dan perindustrian mulai berkembang pesat, maka pada saat itu akan tercapai kondisi ideal dalam kehidupan bermasyarakat.
Pada dasarnya, "Political Justice" merupakan visi Godwin tentang masa depan manusia, dimana perkembangan moral dan intelektual manusia akan mampu meningkatkan harkat kehidupan. Godwin mengemukakan bahwa manusia dibentuk oleh lingkungan dan pendidikan. Oleh karenanya, dengan meningkatkan kualitas lingkungan dan pendidikan, maka meningkat pula kualitas hidup manusia.
Lebih lanjut, salah satu esai Godwin yang menjadi topik diskusi adalah “Of Avarice and Profusion” (yang menjadi bahan tanggapan Malthus kelak dikemudian hari). Pandangan Godwin tersebut banyak mendapatkan tanggapan positif, salah satunya dari ayah Malthus, Daniel Malthus.
Studi lain yang mengungkapkan harapan dan optimisme tentang masa depan adalah tulisan Marquis de Condorcet (1743-1794), seorang ekonom, matematikawan, sekaligus filsuf asal Perancis, dalam buku'nya yang berjudul "Esquisse d’un Tableau Historique des Progres de l’Esprit Humain" (1794). Dalam tulisan tersebut, Condorcet menegaskan bahwa karena manusia merupakan makhluk berpikir, maka ia akan terus mengembangkan eksistensi’nya di dunia dan membuat lingkungan tempat tinggalnya menjadi lebih baik.
Selain itu, manusia juga akan membekali dirinya dengan pengetahuan untuk mempertahankan diri dan berkembang-biak. Oleh karenanya, peran pembangunan mental dan struktural dalam entitas keluarga sangatlah penting untuk melindungi anak-anak mereka sebagai generasi penerus, dan hal tersebut hanya bisa terpenuhi apabila ada sensitivitas serta kepedulian antar individu dalam berperilaku (Avery, John. Malthus’ Essay on the Principle of Population, H.C. Ørsted Institute, University of Copenhagen, Denmark, May 31, 2005).
Namun demikian, Malthus meragukan pendapat-pendapat tersebut dengan berbagai alasan. Ia menuangkan gagasan’nya dalam sebuah esai yang berjudul “An Essay on the Principle of Population, as it affects the future improvement of society, with remarks on the speculations of Mr. Godwin, M. Condorcet, and other writers”, atau yang lebih dikenal dengan nama "the Essay on the Principle of Population" (1798).
Dalam pandangannya, Malthus menyebutkan dua prinsip dasar, yakni:
Ia juga menegaskan bahwa karena hasrat manusia untuk memiliki keturunan akan selalu ada, maka berakibat pada meningkatnya pertumbuhan populasi manusia. Ia melihat data statistik pertumbuhan penduduk Amerika Serikat selama 150 tahun, dimana terdapat pertumbuhan populasi hingga dua kali lipat setiap 25 tahun.
Dari sini Malthus menyatakan bahwa pertumbuhan populasi penduduk akan selalu mengikuti deret ukur (geometric ratio atau exponential progression), atau apabila digambarkan dalam angka adalah 1, 2, 4, 8, 16, dan seterusnya.
Sementara disisi lain, pertumbuhan sumberdaya pangan dan produksi yang tersedia untuk dikonsumsi bergerak secara pelan mengikuti deret hitung (arithmetic ratio atau linear progression), atau jika digambarkan dalam angka adalah 1,2,3,4,5, dan seterusnya.
Keterkaitan antara pertumbuhan populasi penduduk dengan pertumbuhan sumberdaya pangan dan produksi; beserta segala permasalahannya, dikenal dengan istilah “the Malthusian Trap”.
Lebih jauh, Malthus menegaskan bahwa ketika pertumbuhan populasi penduduk tidak terkendali, sementara ketersediaan pangan tidak mampu mengimbangi jumlah populasi yang ada, maka terbentuknya tatanan kehidupan masyarakat ideal seperti yang dicita-cita’kan Godwin tidak akan pernah terwujud, alias hanya menjadi sebuah utopia.
Malthus juga menyebut adanya dua faktor yang bisa menghambat pertumbuhan populasi, yakni faktor peningkatan angka kematian, misalnya terjadi peperangan, bencana kelaparan, serta timbulnya wabah penyakit; ini disebut sebagai positive checks.
Faktor lain adalah pengurangan angka kelahiran, berupa penundaan usia perkawinan serta pemanfaatan alat kontrasepsi; disebut sebagai preventive checks (Malthus, Thomas. An Essay on the Principle of Population, 1978).
Demikian konsep pemikiran Malthus mengenai pertumbuhan populasi seperti yang dituangkannya dalam "the Essay on the Principle of Population"; dan diluar segala kontroversi yang ditimbulkannya, pandangan Thomas Robert Malthus tentang pertumbuhan populasi telah banyak memberi pengaruh terhadap perkembangan ilmu pengetahuan modern, mulai dari ekonomi, biologi, hingga kedokteran. **
ARTIKEL TERKAIT :
Upaya China Mengatasi Laju Pertumbuhan Penduduk
Peran Keluarga Berencana (Family Planning) dalam Upaya Mengendalikan Populasi
Belajar dari Penurunan Populasi di Jepang
Memahami Dua Sisi Bonus Demografi (Demographic Bonus)
Lahirnya "the Essay on the Principle of Population" sebenarnya didasari kritikan Malthus terhadap konsep ‘masyarakat ideal’ (perfect society) yang diperkenalkan oleh William Godwin dan beberapa penulis lain. Ia menganggap bahwa kondisi masyarakat yang ideal tidak akan mampu terwujud karena adanya keterbatasan-keterbatasan.
Berawal dari pendapat seorang ilmuwan, William Godwin (1756-1836), dalam buku’nya “An Enquiry Concerning the Principal of Political Justice and Its Influence on General Virtue and Happiness” atau lebih dikenal dengan judul “Political Justice” (1793), yang menyatakan bahwa ketika dunia mencapai fase dimana tidak ada lagi peperangan dan permusuhan, serta saat pengetahuan tentang pertanian dan perindustrian mulai berkembang pesat, maka pada saat itu akan tercapai kondisi ideal dalam kehidupan bermasyarakat.
Pada dasarnya, "Political Justice" merupakan visi Godwin tentang masa depan manusia, dimana perkembangan moral dan intelektual manusia akan mampu meningkatkan harkat kehidupan. Godwin mengemukakan bahwa manusia dibentuk oleh lingkungan dan pendidikan. Oleh karenanya, dengan meningkatkan kualitas lingkungan dan pendidikan, maka meningkat pula kualitas hidup manusia.
Lebih lanjut, salah satu esai Godwin yang menjadi topik diskusi adalah “Of Avarice and Profusion” (yang menjadi bahan tanggapan Malthus kelak dikemudian hari). Pandangan Godwin tersebut banyak mendapatkan tanggapan positif, salah satunya dari ayah Malthus, Daniel Malthus.
Studi lain yang mengungkapkan harapan dan optimisme tentang masa depan adalah tulisan Marquis de Condorcet (1743-1794), seorang ekonom, matematikawan, sekaligus filsuf asal Perancis, dalam buku'nya yang berjudul "Esquisse d’un Tableau Historique des Progres de l’Esprit Humain" (1794). Dalam tulisan tersebut, Condorcet menegaskan bahwa karena manusia merupakan makhluk berpikir, maka ia akan terus mengembangkan eksistensi’nya di dunia dan membuat lingkungan tempat tinggalnya menjadi lebih baik.
Selain itu, manusia juga akan membekali dirinya dengan pengetahuan untuk mempertahankan diri dan berkembang-biak. Oleh karenanya, peran pembangunan mental dan struktural dalam entitas keluarga sangatlah penting untuk melindungi anak-anak mereka sebagai generasi penerus, dan hal tersebut hanya bisa terpenuhi apabila ada sensitivitas serta kepedulian antar individu dalam berperilaku (Avery, John. Malthus’ Essay on the Principle of Population, H.C. Ørsted Institute, University of Copenhagen, Denmark, May 31, 2005).
Namun demikian, Malthus meragukan pendapat-pendapat tersebut dengan berbagai alasan. Ia menuangkan gagasan’nya dalam sebuah esai yang berjudul “An Essay on the Principle of Population, as it affects the future improvement of society, with remarks on the speculations of Mr. Godwin, M. Condorcet, and other writers”, atau yang lebih dikenal dengan nama "the Essay on the Principle of Population" (1798).
Dalam pandangannya, Malthus menyebutkan dua prinsip dasar, yakni:
- Sumberdaya pangan merupakan suatu keharusan bagi manusia untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya.
- Hubungan antar individu laki-laki dan perempuan akan selalu ada, sebagai salah satu upaya manusia untuk melanjutkan keturunan.
Ia juga menegaskan bahwa karena hasrat manusia untuk memiliki keturunan akan selalu ada, maka berakibat pada meningkatnya pertumbuhan populasi manusia. Ia melihat data statistik pertumbuhan penduduk Amerika Serikat selama 150 tahun, dimana terdapat pertumbuhan populasi hingga dua kali lipat setiap 25 tahun.
Dari sini Malthus menyatakan bahwa pertumbuhan populasi penduduk akan selalu mengikuti deret ukur (geometric ratio atau exponential progression), atau apabila digambarkan dalam angka adalah 1, 2, 4, 8, 16, dan seterusnya.
Sementara disisi lain, pertumbuhan sumberdaya pangan dan produksi yang tersedia untuk dikonsumsi bergerak secara pelan mengikuti deret hitung (arithmetic ratio atau linear progression), atau jika digambarkan dalam angka adalah 1,2,3,4,5, dan seterusnya.
Keterkaitan antara pertumbuhan populasi penduduk dengan pertumbuhan sumberdaya pangan dan produksi; beserta segala permasalahannya, dikenal dengan istilah “the Malthusian Trap”.
Lebih jauh, Malthus menegaskan bahwa ketika pertumbuhan populasi penduduk tidak terkendali, sementara ketersediaan pangan tidak mampu mengimbangi jumlah populasi yang ada, maka terbentuknya tatanan kehidupan masyarakat ideal seperti yang dicita-cita’kan Godwin tidak akan pernah terwujud, alias hanya menjadi sebuah utopia.
Malthus juga menyebut adanya dua faktor yang bisa menghambat pertumbuhan populasi, yakni faktor peningkatan angka kematian, misalnya terjadi peperangan, bencana kelaparan, serta timbulnya wabah penyakit; ini disebut sebagai positive checks.
Faktor lain adalah pengurangan angka kelahiran, berupa penundaan usia perkawinan serta pemanfaatan alat kontrasepsi; disebut sebagai preventive checks (Malthus, Thomas. An Essay on the Principle of Population, 1978).
Demikian konsep pemikiran Malthus mengenai pertumbuhan populasi seperti yang dituangkannya dalam "the Essay on the Principle of Population"; dan diluar segala kontroversi yang ditimbulkannya, pandangan Thomas Robert Malthus tentang pertumbuhan populasi telah banyak memberi pengaruh terhadap perkembangan ilmu pengetahuan modern, mulai dari ekonomi, biologi, hingga kedokteran. **
ARTIKEL TERKAIT :
Upaya China Mengatasi Laju Pertumbuhan Penduduk
Peran Keluarga Berencana (Family Planning) dalam Upaya Mengendalikan Populasi
Belajar dari Penurunan Populasi di Jepang
Memahami Dua Sisi Bonus Demografi (Demographic Bonus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar