Tak bisa dipungkiri, Amerika Serikat (United States of America) menjadi kiblat utama ekonomi dunia saat ini. Mengapa demikian? Karena perekonomian Amerika Serikat merupakan yang terbesar di dunia, ditinjau dari berbagai perspektif, mulai dari produktivitas, pengembangan riset dan teknologi, hingga inovasi.
Pada artikel ini kita akan melihat sejarah perkembangan perekonomian Amerika Serikat semenjak kemerdekaan hingga situasi terkini.
Terletak di kawasan Amerika Utara, Amerika Serikat memiliki luas wilayah tak kurang dari 9.83 juta km2; berbatasan langsung dengan dua negara tetangga, Kanada di utara dan Meksiko di selatan.
Negara yang beribukota di Washington, DC ini menganut sistem demokrasi liberal (liberal democracy), dengan presiden sebagai kepala pemerintahan, yang dipilih melalui pemilihan umum setiap empat tahun sekali.
Sementara dalam struktur organisasi kepemerintahan, Amerika Serikat terdiri dari 50 negara bagian (federal states) dan satu distrik (District of Columbia).
Adapun kekayaan alam yang dimiliki negara ini antara lain berupa uranium, emas, perak, bauksit, besi, nikel, tembaga, batu bara, minyak bumi, serta gas alam (www.cia.gov. The World Factbook, North America: United States, dikutip pada Senin, 15 Oktober 2018).
Amerika Serikat merupakan produsen batu bara terbesar ke-2 di dunia dibawah China, dengan total produksi tak kurang dari 922 juta ton pada 2012-2013. Bahkan negara ini memiliki cadangan batu bara terbesar di dunia, yakni mencapai 237 miliar ton (www.worldatlas.com. The Top 10 Coal Producers Worldwide, last updated on April, 2017, dikutip pada Senin, 15 Oktober 2018).
Disamping itu, Amerika Serikat memiliki cadangan minyak bumi terbesar ke-10 secara global, yakni sebesar 29.23 miliar barrel (www.worldatlas.com. The World’s Largest Oil Reserves By Country, last updated on April 6, 2018, dikutip pada Senin, 15 Oktober 2018).
Negara ini juga mempunyai daratan luas yang dimanfaatkan untuk lahan pertanian dan perkebunan.
Dalam laporannya, IMF memproyeksikan pertumbuhan GDP Amerika Serikat pada 2018 dikisaran 2.9%, meningkat 0.7% dari tahun sebelumnya.
Sedangkan besaran GDP (current-price based) Amerika Serikat di 2018 mencapai US$ 20.51 triliun, meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai US$ 19.49 triliun (sebagai catatan: total GDP global di 2018 adalah sebesar US$ 84.84 triliun; artinya, nilai GDP Amerika Serikat di 2018 sekitar 24% dari total GDP global. Inilah salah satu alasan mengapa perekonomian Amerika Serikat menjadi yang terbesar di dunia).
Dengan populasi penduduk sebesar 328.12 juta jiwa di 2018, GDP per kapita Amerika Serikat di 2018 berada dikisaran US$ 62.52 ribu, meningkat dari capaian GDP di 2017 (US$ 59.79 ribu) (sebagai catatan: GDP per kapita global di 2018 mencapai US$ 11.37 ribu; artinya, GDP per kapita Amerika Serikat 5.7 kali lipat lebih tinggi).
Jika di break-down secara sektoral, lebih dari 80% GDP tersebut diperoleh dari sektor jasa (keuangan, manajemen, investasi, asuransi, kesehatan, dan informasi), serta 18% dari sektor industri; sedangkan sektor pertanian menyumbang sekitar 1% GDP.
Sementara angka inflasi di 2018 diperkirakan sebesar 2.4%, meningkat 0.3% dari tahun sebelumnya (www.imf.org. IMF DataMapper: United States, dikutip pada Senin, 15 Oktober 2018).
Dari sisi daya saing ekonomi, Amerika Serikat berada di urutan ke-2 dari 137 negara yang menjadi objek penelitian WEF, atau hanya kalah dari Swiss (Switzerland). Capaian ini membaik satu tingkat dari tahun sebelumnya (The World Economic Forum. Global Competitiveness Report 2017-2018, 2018).
Untuk faktor kemudahan mendirikan dan menjalankan usaha, Amerika Serikat menempati peringkat ke-6 dari 190 negara menurut studi Bank Dunia di 2018, naik dua tingkat dari capaian 2017 (The World Bank. Doing Business 2018: Reforming to create jobs, 2018).
Dari perspektif pencegahan dan pemberantasan korupsi, Transparency International menempatkan Amerika Serikat di urutan ke-16 dari 180 negara, naik dua tingkat dari tahun sebelumnya (Transparency International. Corruption Perceptions Index 2017, 2018).
SEJARAH PEREKONOMIAN AMERIKA SERIKAT.
Awal perkembangan ekonomi Amerika Serikat tak bisa dilepaskan dari tumbuhnya revolusi industri di Eropa pada pertengahan abad ke-17 yang menyebar hingga ke Benua Amerika (ulasan terkait hal ini ada di artikel Melihat Sejarah Kelahiran Revolusi Industri (Industrial Revolution) di Eropa).
Setelah menyatakan merdeka dari Inggris Raya pada 4 Juli 1776, Amerika Serikat dibawah pimpinan presiden pertama, George Washington (1732-1799) menitikberatkan perekonomian di sektor pertanian. Data meyebutkan bahwa 9 dari 10 orang Amerika Serikat berprofesi sebagai petani; sementara sebagian kecil populasi yang tinggal di perkotaan, bekerja di sektor perdagangan, manufaktur, dan jasa.
Pada kurun 1861-1865, Amerika Serikat mengalami perang saudara (civil war), yang melibatkan wilayah utara dan selatan negara tersebut. Di satu sisi, wilayah utara merupakan kawasan industri (perbankan, manufaktur, dan transportasi); dimana tenaga kerja memiliki keleluasaan untuk mengembangkan potensinya.
Sedangkan wilayah selatan merupakan kawasan perdesaan, dimana sektor pertanian (seperti kapas dan tembakau) masih mendominasi. Di sini, tenaga kerja diperlakukan sebagai properti milik tuan tanah (perlakuan terhadap tenaga kerja bersifat perbudakan/slavery); sementara para tuan tanah memiliki tingkat kehidupan yang tergolong mewah, bahkan jika dibandingkan dengan mereka yang tinggal di wilayah utara. Hal ini ditengarai menjadi pemicu terjadinya konflik.
Perang yang memakan korban lebih dari 600 ribu jiwa ini juga dikatakan sebagai pertarungan untuk menentukan identitas bangsa sekaligus bentuk pemerintahan Amerika Serikat (Weber, Jennifer L., and Warren W. Hassler. American Civil War: United States History, www.britannica.com, dikutip pada Senin, 15 Oktober 2018).
Beberapa waktu seusai perang saudara, tepatnya era 1880'an, menjadi awal perkembangan sektor perdagangan dan manufaktur. Selain itu urbanisasi mulai merebak di kawasan perkotaan. Penduduk desa yang semula bekerja sebagai petani memilih untuk pindah ke kota dan bekerja di pabrik-pabrik.
Lalu-lintas perdagangan juga mulai berkembang pesat, diantaranya melalui jalur kereta api dan kapal laut.
Era ini juga memunculkan nama-nama entrepreneur terkenal, seperti Andrew Carnegie (Berkshire Hathaway, Inc), John Davidson Rockefeller (Standard Oil Co, Inc), serta John Pierpont Morgan (J.P. Morgan & Co).
Memasuki awal abad ke-20, revolusi industri gelombang ke-2 mendorong pemanfaatan tenaga listrik sebagai penggerak utama roda perekonomian Amerika Serikat. Hal ini memicu pesatnya pertumbuhan sektor industri dan manufaktur.
Namun menjelang 1930 hingga beberapa tahun berikutnya, Amerika Serikat dihantam krisis ekonomi (dikenal dengan istilah the great depression), ditandai dengan anjloknya pasar saham, kebangkrutan industri perbankan, serta meningkatnya angka pengangguran hingga diatas 20%.
Franklin D. Roosevelt (1882-1945) yang terpilih sebagai presiden pada 1933, mencanangkan ide pemulihan ekonomi nasional yang dikenal dengan nama New Deal. Adapun kebijakan yang diambil antara lain melalui program penyelamatan industri perbankan serta penciptaan lapangan kerja baru.
Lebih lanjut, era 1980’an ditandai dengan adanya konflik di kawasan Timur-Tengah yang mengakibatkan meroketnya harga minyak mentah dunia. Hal ini berdampak negatif pada perekonomian domestik Amerika Serikat (ulasan terkait hal ini bisa dibaca di artikel Mengenal OPEC, penggali ladang minyak dunia).
Pada 1981, presiden Ronald W. Reagan (1911-2004) mengambil kebijakan pemangkasan tarif pajak untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor riil dan konsumsi. Selain itu, untuk meningkatkan produktivitas usaha dan perdagangan, pemerintah melakukan deregulasi dan penerapan aturan dagang yang fleksibel.
Kebijakan tersebut dipandang berhasil memulihkan situasi perekonomian domestik, sehingga membuat Reagan menjadi salah satu presiden paling populer di Amerika Serikat.
Era 1990’an ditandai dengan pertumbuhan teknologi yang mulai mengambil peranan penting dalam perekonomian Amerika Serikat. Meski sudah dikembangkan pada kurun 1970’an, namun pada masa 1990’an itulah teknologi komputer digunakan secara masif. Pemanfaatan teknologi komputer mampu membuat ekonomi Amerika Serikat menjadi semakin kuat dan stabil.
Masa itu juga melahirkan inovator-inovator ulung seperti Steve Jobs (Apple, Inc), Sergey Brin dan Larry Page (Google, Inc), Bill Gates (Microsoft, Inc), serta Jerry Yang dan David Filo (Yahoo!).
Di era tersebut dikenal pula kluster-kluster ekonomi (cluster-based economy) dimana inovasi-inovasi diciptakan; salah satu yang terkenal adalah Silicon Valley.
Selanjutnya, masa 2000’an banyak memunculkan pengusaha-pengusaha baru yang menjalankan bisnis berbasis internet (e-business), atau dikenal dengan istilah dotcom companies.
Pada 2008, Amerika Serikat mengalami krisis finansial yang diawali dengan kebangkrutan lembaga keuangan Lehman Brothers, kemudian menyeret negara-negara lain dalam krisis global. Bagi Amerika Serikat, krisis ini merupakan yang terburuk sejak perang dunia ke-2.
Berbagai kebijakan ekonomi diambil untuk memulihkan perekonomian domestik, salah satunya berupa kebijakan moneter yang dikenal dengan istilah quantitative easing, dilakukan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (the Federal Reserve) (Bureau of International Information Programs. Outline of the U.S. Economy, 2012 Updated Edition, United States Department of State, 2012).
PERKEMBANGAN TERKINI PEREKONOMIAN AMERIKA SERIKAT.
Terpilihnya Donald J. Trump sebagai presiden Amerika Serikat ke-45 pada 2016 membawa perubahan pada arah kebijakan ekonomi, diantaranya berupa penerapan kebijakan proteksionisme melalui pengenaan tarif masuk pada produk-produk tertentu dari negara lain, untuk melindungi produksi dalam negeri.
Kebijakan ini menimbulkan ketegangan antara Amerika Serikat dengan negara mitra dagang, seperti China, Uni Eropa, serta beberapa negara di kawasan Asia. Ketegangan ini berkembang menjadi perang dagang (trade wars) diantara negara-negara tersebut, yang memperlambat tren pertumbuhan ekonomi global.
Namun begitu, menurut laporan OECD, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat di 2018 akan mencapai 3%, didukung oleh penerapan kebijakan fiskal yang mendorong peningkatan kapasitas produksi dan investasi di sektor infrastruktur.
Meningkatnya pertumbuhan tenaga kerja yang disertai peningkatan harga aset (perumahan) dan tingginya tingkat keyakinan konsumen (consumer confidence index), berkorelasi positif terhadap peningkatan pendapatan dan konsumsi rumah tangga.
Investasi di sektor bisnis juga diperkirakan meningkat seiring reformasi perpajakan dan dukungan terhadap iklim usaha.
Sementara dari sisi moneter, masih ada kemungkinan the Fed menaikkan suku bunga acuan hingga 3.25% di 2019; peningkatan ini akan semakin memperkuat nilai US$ (OECD. OECD Economic Outlook: United States, Volume 2018 Issue 1, 2018).
Demikian sejarah dan perkembangan terkini perekonomian Amerika Serikat. Kita masih akan terus mencermati situasi perekonomian negara tersebut kedepan.**
ARTIKEL TERKAIT :
Mencermati Perkembangan Perekonomian Jepang
Perekonomian Hong Kong: pusat kemajuan ekonomi Asia
Perekonomian Singapura, Simbol Keberhasilan Pembangunan berbasis Pengetahuan dan Teknologi
Mencermati Perkembangan Kekuatan Ekonomi China
Pada artikel ini kita akan melihat sejarah perkembangan perekonomian Amerika Serikat semenjak kemerdekaan hingga situasi terkini.
Terletak di kawasan Amerika Utara, Amerika Serikat memiliki luas wilayah tak kurang dari 9.83 juta km2; berbatasan langsung dengan dua negara tetangga, Kanada di utara dan Meksiko di selatan.
Negara yang beribukota di Washington, DC ini menganut sistem demokrasi liberal (liberal democracy), dengan presiden sebagai kepala pemerintahan, yang dipilih melalui pemilihan umum setiap empat tahun sekali.
Sementara dalam struktur organisasi kepemerintahan, Amerika Serikat terdiri dari 50 negara bagian (federal states) dan satu distrik (District of Columbia).
Adapun kekayaan alam yang dimiliki negara ini antara lain berupa uranium, emas, perak, bauksit, besi, nikel, tembaga, batu bara, minyak bumi, serta gas alam (www.cia.gov. The World Factbook, North America: United States, dikutip pada Senin, 15 Oktober 2018).
Amerika Serikat merupakan produsen batu bara terbesar ke-2 di dunia dibawah China, dengan total produksi tak kurang dari 922 juta ton pada 2012-2013. Bahkan negara ini memiliki cadangan batu bara terbesar di dunia, yakni mencapai 237 miliar ton (www.worldatlas.com. The Top 10 Coal Producers Worldwide, last updated on April, 2017, dikutip pada Senin, 15 Oktober 2018).
Disamping itu, Amerika Serikat memiliki cadangan minyak bumi terbesar ke-10 secara global, yakni sebesar 29.23 miliar barrel (www.worldatlas.com. The World’s Largest Oil Reserves By Country, last updated on April 6, 2018, dikutip pada Senin, 15 Oktober 2018).
Negara ini juga mempunyai daratan luas yang dimanfaatkan untuk lahan pertanian dan perkebunan.
Dalam laporannya, IMF memproyeksikan pertumbuhan GDP Amerika Serikat pada 2018 dikisaran 2.9%, meningkat 0.7% dari tahun sebelumnya.
Sedangkan besaran GDP (current-price based) Amerika Serikat di 2018 mencapai US$ 20.51 triliun, meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai US$ 19.49 triliun (sebagai catatan: total GDP global di 2018 adalah sebesar US$ 84.84 triliun; artinya, nilai GDP Amerika Serikat di 2018 sekitar 24% dari total GDP global. Inilah salah satu alasan mengapa perekonomian Amerika Serikat menjadi yang terbesar di dunia).
Dengan populasi penduduk sebesar 328.12 juta jiwa di 2018, GDP per kapita Amerika Serikat di 2018 berada dikisaran US$ 62.52 ribu, meningkat dari capaian GDP di 2017 (US$ 59.79 ribu) (sebagai catatan: GDP per kapita global di 2018 mencapai US$ 11.37 ribu; artinya, GDP per kapita Amerika Serikat 5.7 kali lipat lebih tinggi).
Jika di break-down secara sektoral, lebih dari 80% GDP tersebut diperoleh dari sektor jasa (keuangan, manajemen, investasi, asuransi, kesehatan, dan informasi), serta 18% dari sektor industri; sedangkan sektor pertanian menyumbang sekitar 1% GDP.
Sementara angka inflasi di 2018 diperkirakan sebesar 2.4%, meningkat 0.3% dari tahun sebelumnya (www.imf.org. IMF DataMapper: United States, dikutip pada Senin, 15 Oktober 2018).
Dari sisi daya saing ekonomi, Amerika Serikat berada di urutan ke-2 dari 137 negara yang menjadi objek penelitian WEF, atau hanya kalah dari Swiss (Switzerland). Capaian ini membaik satu tingkat dari tahun sebelumnya (The World Economic Forum. Global Competitiveness Report 2017-2018, 2018).
Untuk faktor kemudahan mendirikan dan menjalankan usaha, Amerika Serikat menempati peringkat ke-6 dari 190 negara menurut studi Bank Dunia di 2018, naik dua tingkat dari capaian 2017 (The World Bank. Doing Business 2018: Reforming to create jobs, 2018).
Dari perspektif pencegahan dan pemberantasan korupsi, Transparency International menempatkan Amerika Serikat di urutan ke-16 dari 180 negara, naik dua tingkat dari tahun sebelumnya (Transparency International. Corruption Perceptions Index 2017, 2018).
SEJARAH PEREKONOMIAN AMERIKA SERIKAT.
Awal perkembangan ekonomi Amerika Serikat tak bisa dilepaskan dari tumbuhnya revolusi industri di Eropa pada pertengahan abad ke-17 yang menyebar hingga ke Benua Amerika (ulasan terkait hal ini ada di artikel Melihat Sejarah Kelahiran Revolusi Industri (Industrial Revolution) di Eropa).
Setelah menyatakan merdeka dari Inggris Raya pada 4 Juli 1776, Amerika Serikat dibawah pimpinan presiden pertama, George Washington (1732-1799) menitikberatkan perekonomian di sektor pertanian. Data meyebutkan bahwa 9 dari 10 orang Amerika Serikat berprofesi sebagai petani; sementara sebagian kecil populasi yang tinggal di perkotaan, bekerja di sektor perdagangan, manufaktur, dan jasa.
Pada kurun 1861-1865, Amerika Serikat mengalami perang saudara (civil war), yang melibatkan wilayah utara dan selatan negara tersebut. Di satu sisi, wilayah utara merupakan kawasan industri (perbankan, manufaktur, dan transportasi); dimana tenaga kerja memiliki keleluasaan untuk mengembangkan potensinya.
Sedangkan wilayah selatan merupakan kawasan perdesaan, dimana sektor pertanian (seperti kapas dan tembakau) masih mendominasi. Di sini, tenaga kerja diperlakukan sebagai properti milik tuan tanah (perlakuan terhadap tenaga kerja bersifat perbudakan/slavery); sementara para tuan tanah memiliki tingkat kehidupan yang tergolong mewah, bahkan jika dibandingkan dengan mereka yang tinggal di wilayah utara. Hal ini ditengarai menjadi pemicu terjadinya konflik.
Perang yang memakan korban lebih dari 600 ribu jiwa ini juga dikatakan sebagai pertarungan untuk menentukan identitas bangsa sekaligus bentuk pemerintahan Amerika Serikat (Weber, Jennifer L., and Warren W. Hassler. American Civil War: United States History, www.britannica.com, dikutip pada Senin, 15 Oktober 2018).
Beberapa waktu seusai perang saudara, tepatnya era 1880'an, menjadi awal perkembangan sektor perdagangan dan manufaktur. Selain itu urbanisasi mulai merebak di kawasan perkotaan. Penduduk desa yang semula bekerja sebagai petani memilih untuk pindah ke kota dan bekerja di pabrik-pabrik.
Lalu-lintas perdagangan juga mulai berkembang pesat, diantaranya melalui jalur kereta api dan kapal laut.
Era ini juga memunculkan nama-nama entrepreneur terkenal, seperti Andrew Carnegie (Berkshire Hathaway, Inc), John Davidson Rockefeller (Standard Oil Co, Inc), serta John Pierpont Morgan (J.P. Morgan & Co).
Memasuki awal abad ke-20, revolusi industri gelombang ke-2 mendorong pemanfaatan tenaga listrik sebagai penggerak utama roda perekonomian Amerika Serikat. Hal ini memicu pesatnya pertumbuhan sektor industri dan manufaktur.
Namun menjelang 1930 hingga beberapa tahun berikutnya, Amerika Serikat dihantam krisis ekonomi (dikenal dengan istilah the great depression), ditandai dengan anjloknya pasar saham, kebangkrutan industri perbankan, serta meningkatnya angka pengangguran hingga diatas 20%.
Franklin D. Roosevelt (1882-1945) yang terpilih sebagai presiden pada 1933, mencanangkan ide pemulihan ekonomi nasional yang dikenal dengan nama New Deal. Adapun kebijakan yang diambil antara lain melalui program penyelamatan industri perbankan serta penciptaan lapangan kerja baru.
Lebih lanjut, era 1980’an ditandai dengan adanya konflik di kawasan Timur-Tengah yang mengakibatkan meroketnya harga minyak mentah dunia. Hal ini berdampak negatif pada perekonomian domestik Amerika Serikat (ulasan terkait hal ini bisa dibaca di artikel Mengenal OPEC, penggali ladang minyak dunia).
Pada 1981, presiden Ronald W. Reagan (1911-2004) mengambil kebijakan pemangkasan tarif pajak untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di sektor riil dan konsumsi. Selain itu, untuk meningkatkan produktivitas usaha dan perdagangan, pemerintah melakukan deregulasi dan penerapan aturan dagang yang fleksibel.
Kebijakan tersebut dipandang berhasil memulihkan situasi perekonomian domestik, sehingga membuat Reagan menjadi salah satu presiden paling populer di Amerika Serikat.
Era 1990’an ditandai dengan pertumbuhan teknologi yang mulai mengambil peranan penting dalam perekonomian Amerika Serikat. Meski sudah dikembangkan pada kurun 1970’an, namun pada masa 1990’an itulah teknologi komputer digunakan secara masif. Pemanfaatan teknologi komputer mampu membuat ekonomi Amerika Serikat menjadi semakin kuat dan stabil.
Masa itu juga melahirkan inovator-inovator ulung seperti Steve Jobs (Apple, Inc), Sergey Brin dan Larry Page (Google, Inc), Bill Gates (Microsoft, Inc), serta Jerry Yang dan David Filo (Yahoo!).
Di era tersebut dikenal pula kluster-kluster ekonomi (cluster-based economy) dimana inovasi-inovasi diciptakan; salah satu yang terkenal adalah Silicon Valley.
Selanjutnya, masa 2000’an banyak memunculkan pengusaha-pengusaha baru yang menjalankan bisnis berbasis internet (e-business), atau dikenal dengan istilah dotcom companies.
Pada 2008, Amerika Serikat mengalami krisis finansial yang diawali dengan kebangkrutan lembaga keuangan Lehman Brothers, kemudian menyeret negara-negara lain dalam krisis global. Bagi Amerika Serikat, krisis ini merupakan yang terburuk sejak perang dunia ke-2.
Berbagai kebijakan ekonomi diambil untuk memulihkan perekonomian domestik, salah satunya berupa kebijakan moneter yang dikenal dengan istilah quantitative easing, dilakukan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (the Federal Reserve) (Bureau of International Information Programs. Outline of the U.S. Economy, 2012 Updated Edition, United States Department of State, 2012).
PERKEMBANGAN TERKINI PEREKONOMIAN AMERIKA SERIKAT.
Terpilihnya Donald J. Trump sebagai presiden Amerika Serikat ke-45 pada 2016 membawa perubahan pada arah kebijakan ekonomi, diantaranya berupa penerapan kebijakan proteksionisme melalui pengenaan tarif masuk pada produk-produk tertentu dari negara lain, untuk melindungi produksi dalam negeri.
Kebijakan ini menimbulkan ketegangan antara Amerika Serikat dengan negara mitra dagang, seperti China, Uni Eropa, serta beberapa negara di kawasan Asia. Ketegangan ini berkembang menjadi perang dagang (trade wars) diantara negara-negara tersebut, yang memperlambat tren pertumbuhan ekonomi global.
Namun begitu, menurut laporan OECD, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat di 2018 akan mencapai 3%, didukung oleh penerapan kebijakan fiskal yang mendorong peningkatan kapasitas produksi dan investasi di sektor infrastruktur.
Meningkatnya pertumbuhan tenaga kerja yang disertai peningkatan harga aset (perumahan) dan tingginya tingkat keyakinan konsumen (consumer confidence index), berkorelasi positif terhadap peningkatan pendapatan dan konsumsi rumah tangga.
Investasi di sektor bisnis juga diperkirakan meningkat seiring reformasi perpajakan dan dukungan terhadap iklim usaha.
Sementara dari sisi moneter, masih ada kemungkinan the Fed menaikkan suku bunga acuan hingga 3.25% di 2019; peningkatan ini akan semakin memperkuat nilai US$ (OECD. OECD Economic Outlook: United States, Volume 2018 Issue 1, 2018).
Demikian sejarah dan perkembangan terkini perekonomian Amerika Serikat. Kita masih akan terus mencermati situasi perekonomian negara tersebut kedepan.**
ARTIKEL TERKAIT :
Mencermati Perkembangan Perekonomian Jepang
Perekonomian Hong Kong: pusat kemajuan ekonomi Asia
Perekonomian Singapura, Simbol Keberhasilan Pembangunan berbasis Pengetahuan dan Teknologi
Mencermati Perkembangan Kekuatan Ekonomi China
Tidak ada komentar:
Posting Komentar