1. PENGERTIAN DEFLASI.
Pada prinsipnya, deflasi merupakan penurunan harga output secara umum. Situasi ini sebenarnya merupakan hal yang lumrah dalam perekonomian.
Perlu dicatat bahwa ketika penurunan harga hanya berlangsung sesaat, maka hal tersebut tidak bisa dikatakan sebagai deflasi.
Demikian juga ketika penurunan harga hanya terjadi di sektor tertentu meskipun berlangsung dalam beberapa waktu, selama tidak menimbulkan dampak pada perekonomian agregat, belum bisa dikatakan sebagai deflasi.
Dengan demikian, situasi deflatif berpotensi membahayakan perekonomian apabila penurunan harga secara umum terjadi dalam beberapa periode waktu (beberapa literatur menyebut setidaknya selama 1-2 triwulan), serta tercermin melalui penurunan indeks harga konsumen (IHK) atau GDP deflator.
Penurunan harga tersebut bisa disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya:
- peningkatan produktivitas.
- penerapan teknologi modern.
- perubahan kebijakan, misalnya melalui deregulasi aturan.
- penurunan harga barang input.
- ekses kapasitas (excess supply).
- melemahnya permintaan.
Apabila deflasi yang terjadi disebabkan oleh poin 1 s.d. 4, biasanya yang terjadi adalah deflasi ringan (benign deflation) yang tidak menimbulkan ancaman bagi perekonomian, karena penurunan harga cenderung diikuti dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Penjelasan sederhananya:
- ketika teknologi modern diterapkan untuk meningkatkan produktivitas, maka akan membuahkan efisiensi biaya dan waktu. Efisiensi ini akan memangkas biaya produksi dan biaya operasional, sehingga menurunkan harga jual output yang harus ditanggung konsumen.
- pada gilirannya, situasi ini akan memicu peningkatan konsumsi (peningkatan kuantitas penjualan output), sekaligus mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi. Hal ini juga berlaku jika ada kebijakan deregulasi yang mendorong pertumbuhan produktivitas.
Lain halnya jika penurunan harga berlangsung lama dan mengakibatkan IHK dan GDP deflator menjadi negatif, maka situasi ini berpotensi membahayakan perekonomian (situasi deflatif seperti ini dikenal dengan istilah malign deflation).
Penjelasannya sederhananya:
- ketika harga-harga mengalami penurunan untuk beberapa periode waktu, maka konsumen dan investor akan menahan likuiditas (memilih memegang uang), dengan harapan harga-harga masih akan mengalami penurunan di waktu-waktu mendatang.
- disisi lain, saat supply melebihi demand dengan durasi waktu yang lama, hal ini berakibat pada penurunan laba, peningkatan biaya input, hingga peningkatan angka pengangguran.
Salah satu kasus deflasi adalah krisis ekonomi di Amerika Serikat pada 1930’an (Great Depression), dimana harga-harga output merosot sekitar 25%, GDP riil anjlok sampai dengan 30%, dan angka pengangguran naik tajam hingga 25% (Brooks, Douglas H., and Pilipinas F. Quising. Danger of Deflation, Asian Development Bank, ERD Policy Brief No. 12, December 2002).
2. PANDANGAN EKONOM TENTANG DEFLASI.
Di bagian ini kita akan merangkum beberapa pandangan ekonom terkait deflasi.
2.1. Pandangan Kaum Monetaris.
Sudut pandang kaum monetaris adalah sisi uang beredar (money supply-side cause). Adapun terjadinya deflasi bisa digambarkan melalui persamaan berikut:
keterangan:
- M adalah jumlah uang beredar (money supply).
- V adalah kecepatan sirkulasi uang (velocity of money circulation).
- P adalah harga output, yang juga menandakan besaran GDP deflator.
- Y adalah kuantitas output, yang juga menunjukkan besaran GDP riil.
- (Ingat! Di materi terdahulu kita sudah mempelajari bahwa GDP deflator = GDP Nominal / GDP Riil. Ini berarti P x Y = GDP Nominal).
Penjelasannya sebagai berikut:
- Jika GDP riil dianggap konstan dalam jangka pendek (Ingat kembali materi Tiga Model Pendekatan dalam Kajian Ilmu Ekonomi Makro), turunnya M atau V melalui kebijakan moneter ketat, akan mengakibatkan turunnya GDP deflator atau tingkat inflasi.
- ketika penurunan tingkat inflasi terus berlanjut hingga dibawah nol, maka terjadilah deflasi.
- Sebagai catatan: kebijakan moneter ketat (contractionary monetary policy) merupakan kebijakan bank sentral dengan cara mengurangi jumlah uang beredar (M), atau menaikkan tingkat suku bunga acuan (i).
Kaum monetaris menyarankan penerapan kebijakan moneter ekspansif (expansionary monetary policy), misalnya dengan menambah jumlah uang beredar melalui pembelian aset keuangan (obligasi). Kebijakan ini juga dikenal dengan istilah quantitative easing.
2.2. Perspektif Irving Fisher (Fisher’s Effect).
Situasi deflatif juga bisa diterangkan melalui efek Fisher, dimana:
keterangan:
- i adalah suku bunga nominal (nominal interest rate).
- r adalah suku bunga riil (real interest rate).
- nė adalah inflasi yang diharapkan (expected inflation).
Adapun penjelasannya adalah:
- ketika konsumen dan investor masih memandang berlanjutnya penurunan harga dimasa mendatang, hal ini akan mengakibatkan penurunan expected inflation sekaligus menurunkan tingkat suku bunga nominal.
- pada saat itu, konsumen dan investor cenderung memilih untuk memegang likuiditas daripada melakukan belanja konsumsi atau investasi. Hal inilah yang memicu terjadinya deflasi.
2.3. Pandangan Kaum Keynesian.
Kaum Keynesian berpandangan bahwa deflasi terjadi karena penurunan agregat demand (demand-side cause) (catatan: ingat kembali persamaan Y ≡ C + I + G +NX, persamaan ini akan sering dijumpai pada materi-materi selanjutnya; dan mengingat banyaknya materi terkait agregat demand, maka ulasannya akan disajikan pada artikel tersendiri).
Menurut Keynesian, deflasi berasosiasi pada peningkatan angka pengangguran, penurunan profit dan income, serta timbulnya utang gagal-bayar (debt default).
Salah satu fokus penting perspektif Keynesian adalah teori jebakan likuiditas (liquidity trap), dimana penambahan likuiditas oleh bank sentral tidak mampu menaikkan tingkat suku bunga dan income, serta mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dalam konsep makroekonomi modern, liquidity trap merupakan keadaan dimana suku bunga nominal adalah nol. Jadi jika suku bunga adalah nol, maka konsumen dan investor lebih memilih memegang uang tunai daripada berinvestasi (misalnya pada instrumen obligasi) dengan tingkat keuntungan 0%.
Ini sekaligus mendebat pandangan kaum monetaris, dengan menyatakan bahwa kebijakan moneter tidak efektif untuk mengatasi deflasi.
Untuk menjawab persoalan tersebut, Keynesian menyarankan penerapan kebijakan stimulus fiscal (fiscal-stimulus) (Eurobank Research. Is Deflation a Risk for Greece?, Economy & Markets, Vol IX, Issue 3, April 2014).
Demikian pemahaman tentang deflasi dan dampaknya bagi perekonomian. **
ARTIKEL TERKAIT :
Indeks Harga Konsumen, Indeks Harga Produsen, dan Penentuan Tingkat Inflasi
Mengenal Konsep Inflasi dalam Perekonomian
Memahami Fenomena Hiperinflasi (Hyperinflation) di Perekonomian Modern: kasus Zimbabwe
Memahami Maksud dan Tujuan Kebijakan Moneter
Tidak ada komentar:
Posting Komentar